Bantah Keberatan Ahok, Jaksa: Alasannya Tidak Berdasar Hukum
Jaksa Penuntut Umum menolak keberatan yang diajukan oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kasus dugaan penodaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Karena itu, pimpinan tim JPU yakni Ali Mukartono meminta kepada majelis hakim untuk melanjutkan sidang tersebut.
Ali menjelaskan, mengacu kepada tinjauan hukum maka alasan keberatan Ahok tidak berdasarkan hukum. “Berdasarkan uraian yuridis maka alasan terdakwa tidak berdasar hukum dan patut ditolak,” katanya dalam sidang di gedung eks Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (20/12).
(Baca: Isi 8 Halaman Nota Keberatan Ahok atas Kasus Penodaan Agama)
Penilaian itu berdasarkan nota keberatan atau eksepsi yang dibacakan oleh Ahok dalam sidang di tempat yang sama, awal pekan lalu. Ali menilai, Ahok hanya menceritakan tentang niat tidak ingin menistakan agama. Namun, fakta hukumnya harus dibeberkan dari rangkaian kejadian saat Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta memberikan sambutan di Kepulauan Seribu, 27 September lalu. “Harus dilihat keterhubungan dan tujuan (tindakan Ahok)."
Ali bahkan balik menuding Ahok bertindak membahayakan keutuhan NKRI dengan membawa-bawa surat Al – Maidah ayat 51 dalam sambutannya di acara tersebut. Hal ini, menurut Ali, berlawanan dengan Pasal 156 A KUHP dan dapat dikenakan hukuman penjara paling lama 5 tahun.
“Terdakwa juga menempatkan dirinya paling benar agar menggunakan metode (kampanye) yang sama. Seharusnya koridornya adalah perundang-undangan,” kata Ali. (Baca: Ahok: Pernyataan Soal Surat Al Maidah 51 Ditujukan Bagi Elite Pengecut)
Ia juga menyoroti keberatan Ahok yang mengklaim membangun sarana ibadah selama menjabat sebagai Gubernur DKI, sehingga tidak mungkin menistakan agama. Menurut Ali, hal itu merupakan hal yang wajar. Sebagai kuasa pengguna Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sudah sepantasya seorang gubernur membangun rumah ibadah. “Hal itu merupakan kewajiban gubernur sebagai pelayan masyarakat."
Di sisi lain, Ali menepis pernyataan kuasa hukum Ahok yangmenyatakan keberatannya karena penetapan tersangka dianggap tidak sesuai hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM). Menurut Ali, penetapan ini merupakan domain kepolisian dan apabila kuasa hukum beranggapan tidak sesuai hukum maka dapat mengajukan pra-peradilan.
(Baca: Di Balik Tangis Pembelaan Ahok dan Dahlan di Ruang Sidang)
Majelis hakim yang dipimpin oleh Dwiyarso Budi Santiarto memutuskan menunda putusan sela sidang ini untuk dilanjutkan lagi pada Selasa pekan depan. Dwiyarso juga meminta Ahok kembali hadir dalam sidang tersebut.