MRT dan LRT Mahal, Pemerintah Diminta Pertimbangkan Moda Lain
Dalam kurun 2015-2019, pemerintah pusat dan daerah tampak giat membangun proyek Kereta Cepat Massal (Mass Rapid Transit/MRT), Kereta Api Ringan (Light Rail Transit/LRT) dan Trem di sejumlah kota. Namun, ada isu yang dinilai masih mengganjal, yakni soal biaya pembangunan dan operasionalnya.
“Kita mesti lebih wise kalau LRT mahal mungkin kita harus pilih monorail karena sekarang supplier-nya sudah banyak. Atau mungkin Aeromovel, kalau landscape-nya datar itu memungkinkan.” Kata Ketua Forum Transportasi Laut Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Leny Mayouri dalam kegiatan Transportation Outlook 2017 di Jakarta (22/12/2016).
(Baca juga: Menghitung Waktu Melajunya Kereta MRT di Jakarta)
Seperti yang diketahui saat ini terdapat enam proyek pembangunan infrastruktur KA perkotaan yang sedang dan akan dilaksanakan. Di antaranya, tiga proyek yang sedang berjalan adalah MRT Jakarta, LRT Palembang dan LRT Jabodebek yang ditargetkan selesai pada tahun 2018.
Selain itu, konstruksi LRT DKI Jakarta baru akan dimulai tahun 2017 dan rencananya akan diselesaikan pada tahun 2018. Sedangkan masa konstruksi Trem Surabaya dan LRT Bandung menunggu kepastian lebih lanjut terkait skema pendanaan.
Leny mengatakan, biaya pembangunan LRT terbilang masih sangat mahal, yakni sekitar Rp 500 - 600 miliar per kilometer. Nilai ini enam kali lebih tinggi dari biaya yang dibutuhkan untuk membangun jalan tol, sebesar Rp 80 - 100 miliar per kilometer. “Ada yang lebih murah yaitu dengan monorail seperti Aeromovel di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) itu Rp 75 miliar per kilometer.” Katanya.
(Baca juga: Proyek Tol Jakarta - Cikampek II Berpotensi Rugikan Rp 1,3 Triliun)
Saat ini, Masyarakat Transportasi Indonesia menilai isu utama yang merundung LRT baik di Jakarta, Jabodebek maupun Palembang, terletak pada sistem pembiayaan serta keterpaduan dengan moda transportasi yang telah ada. LRT hendaknya dibangun sesuai kebutuhan perjalanan masyarakat dan tidak semata untuk keperluan penyelenggaraan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang.
Leny pun mempertanyakan visibilitas daya beli masyarakat untuk menggunakan fasilitas LRT jika mesti membayar sesuai harga keekonomiannya. Di Palembang misalnya, dengan investasi Rp 7,5 triliun, estimasinya masyarakat perlu bayar Rp 30 ribu sekali jalan. “Apalagi setelah ada cost overrun sekitar Rp 1,2 triliun mungkin akan perlu bayar Rp 45 ribu sekali jalan.” Kata Leny.
Sementara itu, proses pembangunan MRT Jakarta saat ini meski menunjukkan kemajuan, namun dapat dikatakan berjalan kurang sesuai rencana. Pengajuan tambahan pinjaman sebesar Rp 2,56 triliun melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) tentunya terjadi karena adanya pembengkakan biaya. "Hal ini dapat memperberat nilai pembayaran pinjaman di masa mendatang,”kata Leny.
(Baca juga: Dua Bekas Pejabat ESDM Masa Sudirman Said Pimpin MRT Jakarta)