Kapolri: Usulan Kenaikan Biaya STNK Lebih Banyak dari DPR
Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Tito Karnavian mengungkapkan usulan mengenai kenaikan tarif penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) tidak hanya datang dari lembaganya. Usulan ini lebih banyak disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Itu kan merupakan lintas sektoral dan sudah dibicarakan panjang dengan Komsi III DPR dan Banggar (Badan Anggaran DPR). Itu usulan banyak dari Banggar. Intinya adalah untuk pelayanan publik lebih baik,” kata Tito saat ditemui usai rapat di Kantor Presiden, Jakarta (5/1).
Seperti diberitakan sebelumnya, Jokowi sempat menyinggung soal lonjakan tarif ini dalam sidang kabinet paripurna di Istana Bogor, kemarin. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan dalam sidang tersebut, Jokowi meminta agar tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) jangan naik terlalu tinggi.
"Janganlah naik tinggi-tinggi. Apa iya harus naik sampai 300 persen?" katanya mengutip pernyataan Presiden, Rabu Malam (4/1). (Baca: Sudah Teken Peraturan, Jokowi Minta Tarif STNK Jangan Naik Tinggi)
Kenaikan tarif tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada kepolisian. Peraturan itu diteken oleh Jokowi pada 2 Desember 2016, dan berlaku mulai 6 Januari 2017.
Kenaikan tarif untuk berbagai pengurusan bervariasi hingga tiga kali lipat dari tarif lama. Biaya penerbitan STNK roda dua dan roda tiga misalnya, naik menjadi Rp 100 ribu yang sebelumnya Rp 50 ribu. Roda empat atau lebih dari sebelumnya Rp 75 ribu menjadi Rp 200 ribu.
Menurut Tito, ada beberapa hal yang membuat tarif penerbitan SIM, STNK, dan BPKB dinaikkan. Salah satunya karena harga materialnya yang memang sudah naik dalam enam tahun terakhir, seperti kertas dan biaya cetak. (Baca: Jokowi Didesak Batalkan Kenaikan Tarif Pengurusan STNK)
Dia mengatakan hasil audit dari beberapa lembaga, termasuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi bahan pertimbangan bahwa dengan adanya kenaikan bahan material ini, tarif penerbitan SIM, STNK, dan BPKB perlu dinaikkan. Apalagi, Polri terakhir kali menaikan tarif ini pada 2010 lalu.
Alasan lainnya adalah dalam hal pelayanan. Polri sedang menyiapkan layanan SIM, STNK, dan BPKB secara online. Dia menilai dengan layanan ini akan membuat biaya yang dikeluarkan masyarakat menjadi lebih murah. “Misalnya ada masyarakat Papua. Dia tinggal di Jakarta, SIM-nya Jayapura, Kalau dia perpanjang itu tiket ke Jayapura berapa?” kata Tito.
Harga tiket pesawat ke Jayapura sekitar Rp 2,8 juta, berarti pulang-pergi menghabiskan Rp 5,6 juta. Dengan adanya layanan online orang tersebut bisa mengurusnya ke kantor pelayanan SIM di Jakarta, dengan biaya yang hanya Rp 200.000.
Layanan ini akan mulai diterapkan untuk tahap awal di DKI Jakarta, kemudian menyusul di 33 kota. “Kemudian layanan e-tilang. Enggak perlu lagi nanti bayar polisi di jalan, atau ke pengadilan. Dengan e-tilang kita cukup bayar di bank, selesai,” ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga terlihat mendukung kenaikan tarif layanan di kepolisian ini. Dia mengatakan, tarif PNBP untuk pelayanan masyarakat oleh Polri ini sudah bertahan sejak 2010. Jadi, wajar jika ada peningkatan biaya mengingat inflasi dan pelayanan yang juga bertambah.
“PNBP harus mencerminkan tingkat kualitas pelayanan. Pemerintah lebih efisien, baik dan terbuka, tapi masyarakat juga membayar sesuai jasa yang diberikan pemerintah dengan baik,” ujar Sri Mulyani. (Baca: Pemerintah Atur Tarif Pelat Nomor Cantik, Paling Mahal Rp 20 Juta)