Pekan Ketiga Januari, BI Pantau Tekanan Inflasi Mereda
Tekanan inflasi yang terpantau cukup tinggi di pekan pertama Januari 2017, mulai mereda menjelang akhir bulan ini. Mengacu pada survei Bank Indonesia (BI), inflasi hingga pekan ketiga cuma sebesar 0,67 persen secara bulanan (month to month/mtm). Angkanya terus menurun dari pekan pertama yang sebesar 0,74 persen dan pekan kedua 0,69 persen.
Gubernur BI Agus Martowardojo memperkirakan level inflasi saat ini akan bertahan hingga akhir bulan. Bila prediksi Agus benar, maka akan menjadi yang terendah kedua untuk periode Januari dalam tujuh tahun belakangan. “Inflasi Januari kami perkirakan 0,67 persen, dan dibanding tahun lalu (year on year/yoy) 3,19 persen,” ujarnya di Kompleks BI, Jakarta, Jumat (20/1).
Sesuai catatan BI, level inflasi Januari sejak 2010 hingga 2015 berturut-turut sebesar 0,84 persen, 0,89 persen, 0,76 persen, 1,03 persen, 1,07 persen, dan 0,96 persen. Sedangkan pada Januari 2016, inflasi tercatat sebesar 0,51 persen.
Menurut Agus, tekanan inflasi tahun ini terutama berasal dari harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices). Dimulai dari kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang dampaknya pada inflasi sudah mulai terasa pada Januari ini. Begitu pula dari kenaikan biaya administrasi pengurusan surat-surat kendaraan bermotor seperti Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Surat Izin Mengemudi (SIM).
Ke depan, ada risiko tekanan inflasi dari kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga. Karena itu, Agus menekankan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan pemerintah agar inflasi bergerak sesuai target, yakni 3-5 persen. (Baca juga: Jaga Inflasi, BI Luncurkan Sistem Pemantauan Harga Pangan)
BI dan pemerintah bakal fokus pada pengendalian inflasi dari komponen bergejolak (volatile food). “Di 2017 mungkin administered price akan tertekan. Maka volatile food perlu kami kendalikan,” ujar Agus.
Caranya, dengan menjaga ketersediaan pasokan dan distribusi. Sebab, keterlambatan pasokan pangan bisa berimbas pada kenaikan harga yang tinggi dan sulit ditangani. (Baca juga: Menteri Perdagangan Bantah Ada Mafia di Balik Kenaikan Harga Cabai)
Ia pun berpendapat keran impor untuk bahan pangan harus siap dibuka bila dibutuhkan. Ke depan, BI juga mewaspadai tekanan inflasi dari barang-barang impor seiring melemahnya nilai tukar rupiah saat bank sentral AS menaikkan bunga dananya (Fed Fund Rate).
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan, kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah bisa menyumbang inflasi sebesar 0,3-0,35 persen di Januari.
Secara rinci, kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) bakal berkontribusi 0,1 persen. Adapun untuk tahap awal, tekanan inflasi datang dari kenaikan TDL untuk pelanggan listrik sistem voucher. Sedangkan tekanan inflasi dari kenaikan TDL untuk pelanggan listrik pasca bayar baru akan tampak pada Februari.
Sedangkan kenaikan biaya administrasi pembuatan surat-surat kendaraan bermotor menyumbang inflasi 0,22-0,24 persen.