Inflasi Januari Ditaksir 0,69 Persen Tersulut Harga Cabai dan Listrik
Berdasarkan hasil survei minggu keempat Bank Indonesia (BI), inflasi bulanan Januari 2017 mencapai 0,69 persen. Tekanan inflasi berasal dari beragam sumber, mulai dari tarif listrik hingga harga cabai rawit.
Tingkat inflasi pada Januari tercatat lebih tinggi dibanding Januari 2016 yang sebesar 0,51 persen. Demikian juga bila dibandingkan dengan inflasi pada Desember 2016 yang sebesar 0,47 persen. Meski begitu, menurut Gubernur BI Agus Martowardojo, secara tahunan (year on year/yoy) inflasi masih sebesar 3,21 persen atau masih dalam kisaran target tahun ini yakni tiga sampai lima persen.
Secara rinci, dia menjabarkan, inflasi disumbang oleh kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices) seperti kenaikan biaya administrasi pengurusan surat kendaraan bermotor. Selain itu, kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) untuk listrik golongan 900 Volt Ampere (VA) juga tercatat sudah berpengaruh terhadap inflasi di Januari.
(Baca juga: PLN Kaji Skema Penetapan Tarif Listrik Per Tiga Bulan)
Di luar itu, tekanan inflasi juga datang dari harga komponen pangan bergejolak (volatile food), yaitu cabai rawit dan daging ayam. "Kalau penyumbang deflasinya cabai merah, bawang merah, dan tomat sayur," kata Agus usai mengikuti Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (1/2) tengah malam.
Meski menanjak, level inflasi saat ini tercatat sebagai yang terendah kedua untuk periode Januari dalam tujuh tahun belakangan. Sesuai catatan BI, level inflasi Januari sejak 2010 hingga 2015 berturut-turut sebesar 0,84 persen, 0,89 persen, 0,76 persen, 1,03 persen, 1,07 persen, dan 0,96 persen. Sedangkan pada Januari 2016, inflasi tercatat sebesar 0,51 persen.
Sejalan dengan survei BI, Ekonom DBS Group Research Gundy Cahyadi juga memperkirakan inflasi Januari berada di level 3,2 persen secara tahunan. Sedangkan inflasi inti diprediksi mencapai 3,3 persen. Tekanan utama inflasi diyakininya berasal dari kenaikan tarif listrik yang juga mendorong ekspektasi kenaikan harga pangan.
Meski ada dorongan inflasi dari kebijakan harga yang diatur pemerintah, Gundi meramalkan, target inflasi tak akan meleset. "Memang inflasi tidak akan naik melebihi target BI tiga sampai lima persen untuk saat ini. Tetapi kami rasa inflasi rata-rata bisa mencapai 4,5 persen tahun ini, secara poin persentase penuh lebih tinggi dari tahun lalu," tutur Gundy.
Sebelumnya, Agus sempat menyampaikan, tahun ini, risiko inflasi juga datang dari harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Seperti diketahui pemerintah akan memberlakukan kebijakan BBM satu harga. Di luar itu, ada kemungkinan pemerintah juga akan menaikkan harga BBM bila terjadi kenaikan harga minyak dunia.
(Baca juga: BI Taksir Musim Panen Waktu Pas untuk Kenaikan Harga BBM)
Untuk menjaga level inflasi sesuai target, Agus mengatakan, BI dan pemerintah bakal berkoordinasi untuk mengendalikan harga komponen pangan bergejolak (volatile food). Kedua instansi itu menargetkan inflasi dari sisi volatile food turun dari 5,9 persen tahun lalu menjadi 4-5 persen saja tahun ini.
Ia-pun menyatakan mendukung impor bahan pangan jika memang itu dibutuhkan. Sebab, keterlambatan pasokan pangan bisa berimbas pada kenaikan harga yang tinggi dan sulit ditangani.