Pencopotan Dirut Pertamina Diduga Akibat Tarik-Menarik Politik
Keputusan pemerintah mencopot Direktur Utama dan Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) menuai sorotan dari berbagai pihak. Pemerintah diminta menjelaskan kepada publik secara transparan karena keputusan melalui Menteri BUMN Rini Soemarno itu dipandang terkait dengan tarik-menarik kepentingan politik.
Wakll Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon mengatakan, pemerintah harus menjelaskan secara terbuka polemik seputar pencopotan Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto dan Wakil Direktur Utama Ahamd Bambang. Sebab, dia menilai, terdapat tarik menarik kepentingan politik dan bisnis di balik pencopotan tersebut.
"Tarik menarik sekarang tidak terlepas dari kepentingan politik dan bisnis. Walaupun kita tahu siapa yang bermain di situ," ujar Fadli dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Senin (6/2). Namun, politisi dari Partai Gerindra ini enggan menjelaskan lebih lanjut siapa pihak yang disebutnya "bermain" di balik pencopotan dua direksi Pertamina itu.
(Baca: Di Balik Pencopotan dan Alotnya Pemilihan Bos Baru Pertamina)
Sementara itu, mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (migas) Faisal Basri melihat penambahan posisi Wakil Dirut Pertamina merupakan salah satu masalah utama polemik tersebut. Menurutnya, penambahan posisi ini merupakan usulan dari Kementerian BUMN d ibawah koordinasi Rini. Padahal, sebelumnya Kementerian BUMN mengaku penambahan direksi ini atas usulan dari Dewan Komisaris Pertamina.
Faisal mengaku mendapat informasi dari Dwi Sutjipto bahwa keputusan penambahan posisi wakil dirut ini tidak muncul dari Dewan Komiasaris Pertamina yang dipimpin oleh Tanri Abeng. Namun, saat itu Tanri menyatakan bahwa konsep struktur organisasi yang baru disiapkan oleh Kementerian BUMN dan dia tinggal menandatangani.
Faisal pun percaya dengan informasi tersebut. Sebab, dia menilai Tanri sebagai seorang ahli ekonomi manajemen seharusnya mengetahui dasar-dasar implementasi ilmu itu. Salah satu yang menjadi perhatian adalah dalam AD/ART Pertamina yang baru, yaitu tentang kewenangan yang dimiliki wakil dirut lebih tinggi dibanding dirut. Hal itu tercermin dari kewenangan wakil dirut menunjuk pimpinan utama sementara saat dirut berhalangan.
Jadi, Faisal yakin, permasalahan ini berakar di pimpinan Kementerian BUMN yakni Rini Soemarno. "Jadi sumber masalahnya Rini Soemarno nih. Sudah berulang kali dia jadi sumber masalah bagi negara," katanya. (Baca: Sudirman Said Soroti Kepentingan di Balik Pencopotan Dirut Pertamina)
Seperti diketahui, Rini mencopot secara mendadak Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang dari jabatannya masing-masing pada Jumat pekan lalu. Alasannya, keputusan itu berdasarkan evaluasi dari Dewan Komisaris karena ketidakharmonisan di antara dua direktur Pertamina tersebut.
Rini mengakui keputusan pencopotan nakhoda Pertamina itu merupakan keputusan mendadak. Ia mendapat laporan dari dewan komisaris tentang adanya dualisme kepemimpinan di perusahaan pelat merah itu.
Ketidakharmonisan Dwi dan Ahmad terendus oleh Dewan Komisaris Pertamina saat beberapa kali rapat dan wawancara langsung dengan seluruh direksi. "Mereka (komisaris) memberikan usulan bahwa masalah kepemimpinan ini sudah awkward (kebablasan) dan bisa mengganggu kestabilan Pertamina," kata Rini saat konferensi pers di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (3/2).
Ia mencontohkan, pengambilan keputusan di dalam rapat direksi. "Kalau yang satu tidak setuju dengan yang lain, jadi jalan sendiri. akhirnya kan bukan teamwork." Padahal, Pertamina membutuhkan harmonisasi untuk menjaga kestabilan bisnisnya. Apalagi, Pertamina merupakan BUMN yang penting karena memiliki aset serta pinjaman luar negeri yang besar.
(Baca: Copot Dirut dan Wakil Dirut Pertamina, Rini: Masalah Kepribadian)
Namun, Rini membantah ketidakharmonisan hubungan direksi Pertamina karena ada penambahan posisi wakil direktur utama. Penambahan direksi ini merupakan hasil analisa dari Dewan Komisaris, karena melihat tanggung jawab sangat besar jika hanya dibebankan satu pimpinan. Pertamina tengah mengerjakan banyak proyek besar, seperti kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga, hingga proyek kilang baru dan revitalisasi kilang.
"Kalau saya melihat, maaf ya Pak Dwi (dan) Pak Bambang, masalahnya personality," ujar Rini. Ia menunjuk contoh di sektor perbankan yang memiliki stuktur kepemimpinan direktur utama dan wakil direktur utama, namun tidak menimbulkan masalah.