44 Persen Pengguna Premium Beralih ke Pertalite dan Pertamax
PT Pertamina (Persero) mencatat adanya peralihan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dari Premium ke Pertalite dan Pertamax. Sepanjang tahun lalu, 44 persen pengguna Premium beralih menggunakan bahan bakar khusus (BBK) Pertalite dan Pertamax.
Data Pertamina menunjukkan pada tahun lalu penjualan Pertalite dan seri Pertamax telah menggerus pasar Premium. Penjualan Premium tergerus dari yang awalnya rata-rata 80.000 kiloliter (kl) per hari, menjadi hanya 45.000 kl per hari sepanjang 2016.
Vice President Corporate Communication Wianda Pusponegoro mengatakan penurunan ini terjadi secara alamiah, karena adanya pergeseran pola konsumsi bahan bakar di masyarakat konsumen. Hampir semua stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) Pertamina terlihat antrean Pertalite dan Pertamax lebih panjang dibandingkan Premium.
(Baca: Libur Akhir Tahun, Kenaikan Konsumsi Pertalite Salip Premium)
Hal ini membuat penjualan Pertalite tahun lalu meningkat sangat signifikan. Pada Januari 2016, produk bensin RON 90 ini masih terjual sekitar 3.583 kl per hari. Volumenya penjualannya terus meningkat hingga pada akhir tahun lalu mencapai sekitar 33.184 kl per hari.
“Sepanjang tahun lalu total volume penjualan Pertalite mencapai 5,8 juta kl. Hingga saat ini penjualan Pertalite terbukti terus mengalami tren peningkatan,” ujar Wianda di Jakarta, Senin (13/2). Sementara pada 2015 penjualannya tercatat 2 juta kl.
Pada awal 2016, Premium menguasai 86,8 persen total penjualan BBM bensin Pertamina. Kemudian menurun hingga 53 persen pada akhir tahun. Sementara porsi penjualan Pertamax yang awalnya hanya 8,4 persen, naik menjadi 20 persen.
Sebagai informasi, Pertamina mencatat total penjualan BBM (termasuk solar dan minyak tanah) pada tahun 2016 tercatat sebesar 64,63 juta kl. Angka ini meningkat 2,8 persen dibanding tahun sebelumnya 61,8 juta kl.
Terkait dengan tingginya peningkatan konsumsi Pertalite, Wianda memastikan tidak ada impor untuk produk ini. Sebagian besar produk Pertalite yang dijual Pertamina diproduksi di dalam negeri, yakni di Kilang Balongan, Jawa Barat. (Baca: Impor Solar dan Premium Berkurang, Pertamina Hemat Rp 1,7 T per Bulan)
Dia membantah anggapan bahwa Pertalite merupakan produk ‘oplosan’ dari Premium (RON 88) dengan Pertamax (RON 92). Salah satu bahan baku pembuat Pertalite adalah naphta, yakni komponen dari hasil pengolahan minyak mentah di kilang-kilang Pertamina yang tidak termanfaatkan.
"Kami juga punya fasilitas blending di hampir semua fasilitas terminal BBM Pertamina. Tentunya fasiltas blending ini bukan seperti oplosan, jadi gak asal mencampur," ujar Wianda. Saat ini Pertamina telah memiliki 119 TBBM besar untuk mendukung fasilitas blending Pertalite.
Menurut Wianda, Pertalite diproduksi dengan memperhatikan tahapan-tahapan proses pencampuran, seperti persentase bahan baku yang akan diblending, lama pengendapan produk, alat ukur produksi, hingga izin laboratorium. Dia memastikan semua produk Pertalite yang beredar telah lulus uji laboratorium.
Pertamina berharap produksi BBM khusus ini akan semakin membantu masyarakat untuk memilih jenis produk BBM lebih variatif, terjangkau dan ramah lingkungan. Saat ini Pertamina tengah fokus untuk menyelesaikan peningkatan kapasitas dan kualitas kilang-kilang yang ada dan membangun dua kilang baru.
Investasi ini merupakan upaya pemerintah dan Pertamina meningkatkan produksi BBM dengan angka oktan yang tinggi dan ramah lingkungan. (Baca: Lima Tahun Lagi Pertamina Akan Hapus Premium)