Dirjen Anggaran Belum Sepakat Keringanan Dividen Bank BUMN
Bank Indonesia (BI) berencana menerbitkan kebijakan dividen yang memerhatikan kesehatan keuangan bank. Meski bertujuan baik, rencana tersebut bisa berimbas pada menurunnya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari dividen bank BUMN.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menjelaskan, kebijakan tersebut perlu dibicarakan BI dengan pemerintah sebab menyangkut penerimaan negara. “Nanti tentunya harus bicara sama (Kementerian) Keuangan dan Kementerian BUMN juga,” ujar dia di Jakarta, Senin (20/2). (Baca juga: Tertekan Kredit Bermasalah, Laba Bank-Bank Besar Anjlok)
Sekadar informasi, laba bersih bank BUMN turun 6,71 persen dari Rp 55,86 triliun pada 2015 menjadi Rp 52,11 triliun tahun lalu. Penurunan laba tersebut seiring dengan melambatnya kinerja kredit perbankan. Pertumbuhan kredit melambat lebih dalam dari 10,5 persen pada 2015 menjadi 7,87 persen tahun lalu.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo menilai pembayaran dividen sebagai sesuatu yang baik. Tapi, pihaknya juga perlu menjaga kesehatan perbankan agar tetap siap dalam menghadapi tantangan ketidakpastian dunia di 2017-2019.
Di satu sisi, dia memahami kebijakan BI tersebut bisa memengaruhi penerimaan negara yang berasal dari dividen. Namun, Agus mengingatkan tren peningkatan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL). Hal tersebut akan mengurangi potensi pertumbuhan kredit ke depan. Karena itu, pengaturan setiran dividen perlu dikaji agar keuangan perbankan tetap sehat.
“Kalau nanti turun, pembayaran dividen terpengaruh, pemerintah harus mencari penerimaan negara yang lain kalau seandainya penerimaan dari dividen tidak cukup,” kata Agus. (Baca juga: Pemerintah Bidik Dana Pensiun Danai Proyek Infrastruktur Rp570 Triliun)
Ke depan, Askolani mengatakan, pemerintah harus mengoptimalkan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dan PNBP untuk mengejar pendapatan negara yang dipatok sebesar Rp 1.750,3 triliun. Selain itu, untuk menjaga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap berada pada level yang aman, pemerintah juga harus memastikan alokasi belanja yang efisien dan efektif.
“Dengan jumlah (penerimaan) yang sama, kalau (dibelanjakan) lebih efektif akan lebih baik. Kemudian uangnya akan kami pakai untuk pembangunan, itu multiplier lebih baik tanpa harus menambah utang,” ujar Askolani.