Pertamina Butuh Aturan Tambahan Pembentukan Holding Migas
Pembentukan induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor minyak dan gas bumi (migas) belum bisa dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Kendalanya adalah masih perlu peraturan baru sebagai payung hukum yang mengatur lebih spesifik induk usaha BUMN tersebut.
Menurut Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Wianda Pusponegoro, pembentukan holding migas tidak cukup dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas. Harus ada aturan tambahan berupa Peraturan Pemerintah (PP), yang saat ini masih disusun pemerintah.
(Baca: Tabrak Undang-Undang, Payung Hukum Holding BUMN Kembali Digugat)
Jika payung hukum tersebut selesai tahun ini, Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) akan memulai proses pembentukan holding dengan mengintegrasikan infrastruktur gas. ''Misalnya pengaturan penyaluran gasnya satu pintu, nanti siapa yang lakukan distribusi dan operasikan transmisi, semua akan dikoordinasikan dengan Pertamina,'' kata Wianda kepada Katadata, Kamis (23/2).
Sembari menunggu aturan itu selesai, Pertamina dan PGN terus melakukan sosialisasi kepada pemangku kepentingan (stakeholder), termasuk pemegang saham masing-masing perusahaan. Salah satunya adalah sosialisasi yang digelar di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kamis (23/2) ini. Sosialisasi ini bertujuan agar manfaat dari pembentukan holding diketahui oleh banyak pihak.
Di sisi lain, Wianda belum mau menyebutkan masukan dari Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait pembentukan holding BUMN migas tersebut. Sebab, dalam menggodok revisi Undang-undang (UU) migas saat ini, DPR juga berencana menjadikan Pertamina sebagai Badan Usaha Khusus (BUK).
(Baca: Ditolak DPR, Rini Pastikan PP 72/2016 Hanya Buat Holding BUMN)
Menurut Wianda, rencana DPR itu masih belum resmi. Sedangkan pembentukan holding migas ini oleh Pertamina dan PGN telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. 'UU belum berubah (sekarang),'' katanya.
Seperti diketahui, Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu pernah mengatakan, DPR mengusulkan adanya Badan Usaha Khusus (BUK) dalam konsep tata kelola migas ke depan. Rencananya, secara kelembagaan SKK Migas akan dibubarkan, sedangkan fungsi dan tugasnya masih tetap ada. Fungsi inilah yang akan dijalankan oleh BUK tersebut.
Badan usaha ini akan menjadi pemegang kuasa pertambangan dan langsung bertanggung jawab kepada Presiden. BUK tersebut akan berfungsi sebagai induk usaha (holding) yang di bawahnya terdapat perusahaan-perusahaan negara yang menjalankan urusan operasional hulu dan hilir migas.
(Baca: RUU Migas Mengerucut: Bentuk Badan Usaha Khusus, SKK Migas Bubar)
"Kami akan buat semacam bagan di mana ada badan usaha khusus semacam holding, lalu dibawahnya ada badan usaha badan usaha," kata Gus Irawan.