Indonesia Sasaran Penyelamatan Terumbu Karang
Hari kedua World Ocean Summit (WOS) fokus pada dampak perubahan iklim terhadap laut yang dibahas dari berbagai perspektif. Sesi diawali dengan pemaparan kajian ilmiah yang diberikan oleh Ove Hoegh-Guldberg, Direktur Global Change Institute dari University of Queensland. Ia menyatakan perubahan iklim terbukti mengganggu kestabilan ekosistem di laut.
Seminar dilanjutkan dengan pengumuman inisiatif penyelamatan 50 wilayah terumbu karang dunia. Gerakan yang dinamakan 50 Reefs Initiative ini melibatkan para pemimpin di sektor kelautan, ilmuan, dan praktisi konservasi.
Penyelamatan penting dilakukan karena terumbu karang merupakan ekosistem utama spesies di lautan. Jika tidak langkah penyelamatan, diperkirakan 90 persen karang dunia akan hancur pada 2050. Indonesia sebagai lokasi segitiga terumbu karang dunia, menjadi aslah satu sasaran gerakan tersebut. Selain karang, juga diumumkan inisiatif penyelamatan bakau dunia.
Sesi berikutnya membedah kebijakan mitigasi perubahan iklim sebagai tindak lanjut kerangka kerja PBB tentang perubahan iklim ke-21 (Conference of Parties/COP21) di Paris dan COP22 di Marrakesh. Diskusi diisi oleh petinggi The Nature, Kementerian Luar Negeri Chili, dan direktur Washington State Office of Financial Management. Masalah iklim juga dikaji dari aspek risiko pembiayaan. Ikut serta dalam diskusi ini perwakilan lembaga investasi perbankan internasional.
WOS juga menghadirkan para generasi muda yang melakukan langkah nyata dalam lingkungan berkelanjutan. Hadir dalam sesi ini Melati dan Isabel Wijsen, dua saudara asal Bali yang membuat gerakan bebas sampah plastik yang dinamakan Bye Bye Pastic Bags. Selain itu juga ada Daniela Fernandez, pendiri Sustainable Oceans Alliance, suatu aliansi generasi millenial yang menyoroti pentingnya perlindungan laut dari dampak industri.
Acara dilanjutkan dengan pembahasan inovasi teknologi sektor kelautan. Salah satu pembicara dalam sesi ini adalah Brian Sullivan yang tengah menjajaki kerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sullivan mengembangkan teknologi deteksi pergerakan kapal menggunakan Google Ocean & Earth Outreach. Teknologi itu akan digunakan KKP dalam mengawasi pergerakan kapal asing dan pelanggaran alih muat di laut.
Sesi panel stategi hari kedua dibagi dalam tema risiko bisnis dan pembiayaan sektor kelautan sebagai dampak perubahan iklim, pembiayaan bisnis perkapalan berkelanjutan, respon atas risiko kenaikan level air laut, dan penggunaan energi terbarukan di sektor kelautan.
Risiko bisnis dan pembiayaan sektor kelautan sebagai dampak perubahan iklim merupakan merupakan panel utama di hari kedua. Bagian ini diisi oleh Christopher Costello, profesor dari University of California Santa Barbara juga bekerjasama dengan KKP dalam membuat proyeksi perikanan Indonesia. Ia menyatakan kajian yang dilakukan di Indonesia menjadi refleksi kondisi perikanan global. Perlu diadakan langkah pemulihan kondisi perikanan untuk menjaga produktivitas ikan di masa depan.
Sesi penutup, yaitu proyeksi langkah ke depan, menghadirkan Menteri KKP Susi Pudjiastuti selaku perwakilan pemerintah Indonesia. Ia menyatakan setiap konferensi internasional akan menghasilkan komitmen bersama yang harus ditindaklanjuti dengan pembuatan produk hukum. Terkait perikanan berkelanjutan, Susi Pudjiastuti menyatakan Indonesia akan terus mempertahankan kebijakan yang mendukung kelestarian perikanan.
Sebagai penutup, berbagai peserta WOS menyatakan inisiatif mereka terkait kelautan dan perikanan berkelanjutan. Insiatif itu antara lain komitmen menjadikan Bali bebas sampah plastik pada 2018, mendorong UKM untuk mendaur ulang sampah plastik, maupun melakukan kampanye atas pentingnya mendorong perikanan berkelanjutan di seluruh dunia.