Sidang BPK Akan Bahas Nasib Auditor yang Terjerat Kasus Suap E-KTP
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis berjanji akan menindaklanjuti kasus megakorupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Sebab, dalam surat dakwaan kasus tersebut, auditor BPK bernama Wulung diduga menerima duit Rp 80 juta agar memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) pada 2010.
Harry menyatakan, pihaknya akan mendalami duduk perkara persoalan tersebut. Adapun, sejauh ini, ia mengaku belum memahami persoalannya lantaran audit tersebut terjadi jauh sebelum ia menjabat. "Nanti, saya akan angkat di sidang badan, kami ada sembilan orang pengambil keputusan di BPK. Akan saya telusuri bagaimana bentuk sesungguhnya peristiwanya," kata dia di kantor BPK, Jakarta, Jumat (10/3).
Lantaran belum mendalami, Harry pun belum bisa memastikan, apakah BPK bakal melakukan audit ulang atas Kemendagri untuk tahun anggaran 2010. “Nanti kami lihat perkembangannya, nanti kami omongkan perkembangannya di sidang badan,” katanya.
Sejauh ini, Harry baru bisa meluruskan seputar pemberian opini saja. Ia menerangkan bahwa BPK tidak memberikan opini tersendiri untuk direktorat di dalam Kementerian. “Opini itu bukan Itjen (inspektorat jenderal) atau Ditjen (direktorat jenderal), tapi seluruh kesatuan kementerian, jadi kayak Kementerian Keuangan yang kami beri opini selalu WTP, Kemendagri kami beri opini, bukan satu Ditjen di Kemendagri. Tapi, dia bisa jadi objek pemeriksaan,” ujarnya.
Harry pun mengaku belum mengenal auditor bernama Wulung yang disebut dalam dakwaan jaksa. “Saya diberi tahu (bernama) Pak Wulung, tapi saya tidak kenal siapanya,” katanya. Namun, ia meyakinkan auditor yang bersangkutan bakal dipecat bila terbukti terlibat.
Selain Wulung, ada puluhan nama lainnya yang diduga menerima duit terkait proyek e-KTP. Dalam surat dakwaannya, jaksa penuntut umum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Irene Putry membeberkan nama para pejabat, puluhan politisi, menteri, kepala daerah, hingga staf kementerian yang diduga menerima suap. (Baca juga: Sidang Perdana Korupsi E-KTP Ungkap Nama Ketua DPR, Menteri, Gubernur)
Irene menyatakan, kasus korupsi pengadaan e-KTP ini merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun. Perinciannya adalah, nilai proyek sebesar Rp 5,9 triliun. Setelah dipotong pajak sebesar 11,5 persen, nilai proyek itu dibagi dua. Pertama, 51 persen dari anggaran atau sebesar Rp 2,6 triliun akan digunakan untuk modal kerja pembiayaan proyek e-KTP. Sedangkan sisa 49 persen atau Rp 2,5 triliun akan dibagi-bagikan.