Bank BUMN Hapus Buku Kredit Macet Rp 24,8 Triliun, Melejit 41 Persen
Demi memoles kinerjanya, praktik hapus buku (write off) kredit macet kembali marak dilakukan oleh bank-bank BUMN. Hal itu terlihat dari lonjakan nilai hapus buku kredit macet di empat bank BUMN pada tahun lalu. Langkah tersebut menuai sorotan karena bank-bank tersebut milik negara.
Tahun lalu, nilai hapus buku kredit macet empat bank BUMN mencapai Rp 24,78 triliun. Jumlahnya membengkak 41,73 persen dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut seiring dengan lonjakan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) di beberapa bank BUMN tahun lalu.
Di antara empat bank BUMN, Bank Mandiri tercatat melakukan hapus buku terbesar yaitu Rp 11,41 triliun. Jumlahnya naik hampir dua kali lipat dari tahun 2015 yang sebesar Rp 5,99 triliun. Selain Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga tercatat melakukan hapus buku dengan nominal besar yaitu Rp 8,47 triliun atau naik 8,42 persen dari tahun sebelumnya.
Nilai Hapus Buku Kredit Macet 4 Bank BUMN (Rp triliun)
Bank BUMN | 2015 | 2016 | Perubahan |
Bank Mandiri | 5,99 | 11,41 | 90,34 % |
BRI | 7,81 | 8,47 | 8,42 % |
BNI | 2,47 | 3,18 | 71,7 % |
BTN | 1,25 | 1,71 | 36,82 % |
Total | 17,53 | 24,78 | 41,37 % |
Sumber: Laporan keuangan bank-bank BUMN tahun 2016 (Diolah)
Mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NPL gross bank-bank BUMN memang terus menanjak dalam tiga tahun belakangan. Kenaikan NPL dari posisi di bawah dua persen pada 2013-2014 menjadi nyaris tiga persen pada 2016.
Bahkan, pada Mei hingga Oktober 2016, NPL bank BUMN sempat beberapa kali bertengger di kisaran 3 persen. Di pengujung tahun lalu, rasio NPL bank BUMN mencapai 2,99 persen atau di atas NPL industri yang sebesar 2,93 persen. (Baca juga: Tertekan Kredit Bermasalah, Laba Bank-Bank Besar Anjlok)
Pertumbuhan Kredit Macet Bank BUMN (Rp triliun)
Tahun | Total Kredit | Nominal NPL | Rasio NPL |
2012 | 959,13 | 21,25 | 2,22 % |
2013 | 1.181,73 | 22,47 | 1,90 % |
2014 | 1.325,09 | 25,64 | 1,94 % |
2015 | 1.536,85 | 35,74 | 2,33 % |
2016 | 1.759,78 | 50,34 | 2,99 % |
2017 (Januari) | 1.744,05 | 52,21 | 2,99 % |
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia Januari 2017 (Diolah)
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual menjelaskan, hapus buku perlu dilakukan untuk memperbaiki neraca keuangan perbankan. “Kalau tidak (dilakukan), itu (kredit macet) gantung terus di neraca,” ujarnya kepada Katadata, Selasa (21/3).
Dengan hapus buku, neraca kembali bersih sehingga mendukung langkah bank untuk ekspansi. Meski begitu, David menekankan, hapus buku tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Sebab, ada kriteria-kriteria sebagaimana diatur oleh otoritas, di antaranya sudah melakukan berbagai upaya penagihan atau penyelamatan terhadap kredit macet tersebut.
“Mereka (bank) sudah lakukan restrukturisasi, baru hapus buku untuk memperbaiki kinerja neraca,” ucap David. (Baca juga: Bankir Prediksi Pertumbuhan Kredit Masih Terganjal Kredit Macet)
Meskipun kredit dihapus dari neraca, ia menjelaskan, bank terus melakukan penagihan terhadap kredit tersebut, termasuk melakukan langkah-langkah untuk mengurangi kerugian, di antaranya dengan menjual aset-aset yang menjadi jaminan kredit. Alhasil, masih ada potensi penerimaan dari kredit-kredit macet tersebut.
Meski begitu, bank bisa menerapkan hapus tagih bila pengembalian kredit tak mungkin lagi diupayakan lantaran, misalnya, debitur telah bangkrut. Adapun potensi hapus tagih dari total hapus buku disebut David beragam. "Enggak pasti ya. (Kalau) BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) paling 30 persen, 20 persen. (Sekarang) Bank bisa di atas 50 persen, tergantung upaya," ujarnya.
Mengacu pada laporan keuangan konsolidasi Bank Mandiri, ada beberapa kriteria debitur yang kreditnya bisa dilakukan hapus buku. Pertama, kredit telah ditetapkan macet. Kedua, bank telah mengalokasikan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sebesar 100 persen dari pokok kredit macet.
Kriteria ketiga, bank telah melakukan berbagai upaya penagihan dan penyelamatan, namun tidak berhasil. Terakhir, usaha debitur sudah tidak mempunyai prospek alias kinerja debitur buruk atau debitur sudah tidak ada kemampuan untuk membayar.
Adapun, hapus buku dilakukan terhadap seluruh piutang kredit yang dimaksud, artinya tidak bisa dilakukan pada sebagian kredit. Ketentuan-ketentuan ini seperti dirinci dalam peraturan Bank Indonesia. Sedangkan, untuk hapus tagih, dapat dilakukan untuk sebagian atau seluruh piutang kredit.
Di sisi lain, Ekonom SKHA Consulting Eric Sugandi mengatakan, bank bisa saja membuat proses hapus buku menjadi transparan. “Apalagi ini bank-bank pemerintah,” ucapnya. Transparansi bisa dilakukan dengan menyampaikan total nominal hapus buku atau bahkan identitas debitur.
“Enggak ada kewajiban bank-bank BUMN untuk umumkan nama client yang menunggak. Tapi, mereka bisa saja kalau mau umumkan untuk kasih pressure (tekanan) ke penunggak,” kata Eric. (Baca juga: Enggan Salurkan Kredit, Bank Pilih Serbu SUN Jangka Pendek)
Ia menambahkan, selain untuk membersihkan neraca, bank melakukan hapus buku untuk mengurangi penghasilan kena pajak dan pajak.
Beberapa tahun lalu, langkah bank BUMN melakukan hapus buku dan hapus tagih sempat menuai perdebatan. Pasalnya, kebijakan tersebut dianggap berisiko merugikan bank BUMN yang bersangkutan.