Pertamina Klaim Merugi Jual BBM Sejak Oktober Tahun Lalu
PT Pertamina (Persero) mengaku mengalami kerugian dalam menjual bahan bakar minyak (BBM) penugasan dan subsidi. Kerugian ini telah terjadi dalam enam bulan terakhir sejak triwulan keempat tahun lalu hingga sekarang.
Direktur Pemasaran Pertamina Muhammad Iskandar mengatakan kerugian menjual BBM jenis Premium dan Solar terjadi sejak Oktober 2016. Saat itu harga minyak dunia mulai naik menjadi US$ 50 per barel, sementara harga jual BBM tidak mengalami kenaikan alias tetap.
(Baca: Rekor Sejak 59 Tahun Berdiri, Pertamina Cetak Laba Rp 42 Triliun)
Padahal dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKAP) 2016 Pertamina, harga keekonomian BBM memakai asumsi harga minyak US$ 45 per barel. Alhasil, sepanjang kuartal IV Tahun lalu, Pertamina mengalami defisit jual penjualan BBM sebesar Rp 150 per liter untuk Premium dan Solar sebesar Rp 300 per liter.
Iskandar mengatakan, pada semester I 2016, Pertamina berhasil mengantongi keuntungan Rp 2 triliun, karena menjual BBM di atas harga keekonomian. Namun, keuntungan kini tak lagi bersisa, lantaran sudah habis dipakai untuk menutup kerugian penjualan BBM sejak Januari hingga Maret 2017.
Kerugian ini terjadi karena pemerintah tidak menaikkan harga BBM, sementara harga minyak sudah naik. Untuk tiga bulan pertama tahun ini, Pertamina belum selesai menghitung berapa besar kerugian yang terjadi. Namun, berdasarkan simulasi Pertamina, defisit penjualan Solar bisa mencapai Rp3,45 triliun dan Premium Rp 601 miliar sepanjang kuartal I-2017.
(Baca: Pemerintah Evaluasi Harga Premium dan Solar Subsidi)
Dia berharap kerugian Pertamina tidak semakin besar dalam menjual BBM jenis Premium dan Solar tahun ini. ''Kami harap kerugian tidak seperti tahun 2015, di mana kami pernah rugi berjualan BBM sebesar Rp 80 miliar per harinya," kata Iskandar saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/3).
Hingga kini, Pertamina belum mau mendetailkan berapa harga keekonomian terbaru dari harga jual BBM solar dan premium untuk tiga bulan ke depan. Sebab saat ini pihaknya masih melakukan evaluasi harga secara internal dengan mempertimbangkan harga minyak dunia dan kurs rupiah terhadap dolar.
Iskandar mengaku pihaknya belum mengetahui keputusan pemerintah terhadap harga jual BBM untuk periode tiga bulan mendatang. Namun, Pertamina dan pemerintah sudah punya kesepakatan mengenai harga BBM ini.
Jika harga Solar dan Premium tidak naik saat harga minyak turun, maka Pertamina diizinkan untuk tidak menurunkan harga BBM saat harga minyak kembali naik. Dengan kesepakatan ini, Pertamina bisa memperbaiki kinerja keuangannya dalam menjual BBM agar tidak rugi.
Pertamina berharap pemerintah menaikan harga BBM untuk periode April hingga Juni 2017. Jika tidak naik, harapannya bergantung pada harga minyak dunia bisa turun. Dengan begitu, Pertamina bisa menutup kerugian yang telah terjadi.
“Kami harapkan nanti harga minyak bisa turun, supaya positif (kinerja keuangan),” ujarnya. (Baca: Rupiah Melemah, Pertamina Naikkan Harga BBM Non-subsidi)
Mengenai harga BBM penugasan dan subsidi untuk periode April-Juni 2017, hingga saat ini pemerintah masih melakukan perhitungan. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan belum ada keputusan mengenai harga baru BBM tersebut. “Tunggu saja dulu,” ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Rabu (22/3).
Saat ini, harga jual Solar subsidi sebesar Rp 5.150 per liter dan Premium jenis penugasan untuk wilayah Non-Jamali (Jawa, Madura, dan Bali) sebesar Rp 6.450 per liter. Sementara harga jual minyak tanah Rp 2.500 per liter. Harga ini tidak berubah sejak April 2016 lalu, meskipun pada saat itu harga minyak sempat anjlok.