Tax Amnesty Habis, Bank Wajib Setor Data Kartu Kredit ke Pajak
Pasca berakhirnya program pengampunan pajak (tax amnesty) bulan ini, pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan semakin aktif menggali potensi penerimaan pajak. Salah satunya dengan memantau transaksi keuangan para wajib pajak di perbankan.
Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menyatakan, perbankan akan kembali diwajibkan melaporkan transaksi kartu kredit para nasabahnya ke Ditjen Pajak. Tahun lalu, kewajiban yang baru sempat dua bulan berjalan tersebut kemudian ditunda pada Juni 2016 seiring dimulainya program pengampunan pajak.
Menurut dia, esensi pelaporan transaksi kartu kredit oleh perbankan ini adalah transparansi. Karena itu, dia menepis kekhawatiran masyarakat terhadap keamanan data transaksi itu jika diserahkan ke Ditjen Pajak.
“Sebetulnya secara struktur, negara sudah memberi kesempatan wajib pajak untuk rekonsoliasi dirinya dengan otoritas (melalui amnesti pajak). Berikutnya, seperti kartu kredit (terbuka ke Ditjen Pajak) semestinya tidak ada lagi kekhawatiran,” ujar Suryo di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (29/3).
Senada dengannya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan data transaksi kartu kredit yang diperoleh akan digunakan untuk verifikasi. Ditjen Pajak pun menjamin kerahasiaan datanya sesuai dengan Pasal 34 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Dalam beleid tersebut, disebutkan bahwa petugas pajak yang menyebarluaskan data yang diperoleh akan dikenakan hukuman pidana penjara setahun.
Berdasarkan aturan, setelah berakhirnya amnesti pajak pada 31 Maret mendatang, bank akan melaporkan transaksi kartu kredit setiap bulan kepada Ditjen Pajak. Prosedur dan skema pelaporannya sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2017 tentang tata cara pertukaran informasi.
“Sesuai PMK 39 setiap bulan bank harus lapor. Kami ingatkan saja ke bank-bank, yang ditunda dari Juni 2016 sampai sekarang, maka berikutnya akan rutin (dilaporkan lagi),” ujar Yoga.
Bagi bank yang tidak patuh, akan dikenakan sanksi sesuai Pasal 35 A dan Pasal 41 dalam UU KUP. Salah satu sanksinya adalah teguran. “Bank juga koorperatif, pada 31 Mei semua setor (data). Tidak ada yang tidak mau,” kata dia.
Di sisi lain, Ditjen Pajak akan melakukan penegakan hukum terhadap wajib pajak yang tidak patuh pasca berakhirnya program tax amnesty. Apalagi, Ditjen Pajak nantinya akan memiliki banyak data dari hasil kesepakatanm pertukaran data keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) terkait pajak dengan negara-negara lain. Data tersebut dapat digunakan untuk memverifikasi harta para wajib pajak.
Sekadar informasi, Indonesia akan mulai mengikuti AEoI tahun depan. Program ini memungkinkan Ditjen Pajak mendapat data-data dari lembaga keuangan, termasuk perbankan. Namun, hal ini berpotensi meresahkan nasabah. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual pernah mengatakan, selama ini masyarakat yang menyimpan uangnya di bank namun belum membayar pajak.
Menanggapi hal itu, Suryo menyatakan, Ditjen Pajak sudah melakukan sosialisasi secara luas sehingga masyarakat mengetahui pentingnya amnesti pajak. Selanjutnya, sanksi akan diberlakukan kepada para pengemplang pajak pasca tax amnesty.
“Wajib pajak sudah diberi kesempatan sembilan bulan untuk ikut amnesti pajak, bagi yang tidak ikut ada konsekuensi yang akan kami excercise kalau ada data.”
Selanjuutnya, data keuangan yang diperoleh Ditjen Pajak akan dikaji. Apabila ditemukan harta yang belum dilaporkan, maka akan dikenakan sanksi administrasi dua persen per bulan sejak tahun pajak terutang atau maksimal hanya 24 bulan atau setara 48 persen. Selain itu, wajib pajak harus membayar denda dua kali lipat dari harta yang tidak dilaporkan.
“Kami akan lakukan verifikasi, nggak serta merta langsung assesment. Kalau yang bersangkutan tidak melaporkan (hartanya), maka Ditjen Pajak bisa melakukan pemeriksaan untuk memastikan harta yang dilaporkannya,” tutur Suryo.
Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak Yunirwansyah menambahkan, sanksi denda sebesar 200 persen pun akan diterapkan pasca berakhirnya amnesti pajak. “Kalau kami temukan harta yang belum dilaporkan, dikenakan sanksi 200 persen dari harta (yang tidak dilaporkan),” ujar dia.