RTRW Proyek Kereta Cepat Rampung, Utang Cina Cair Akhir Bulan Ini
Proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung hingga kini masih terhambat oleh perizinan lahan dan ketentuan mengenai tata ruang. Namun, Menteri BUMN Rini Soemarno mengklaim, pemerintah telah menyelesaikan revisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Nasional. Hal ini dapat dijadikan pegangan untuk mencairkan pinjaman dari Cina.
Menurut dia, revisi PP RTRW ini sudah dapat diselesaikan dan hanya tinggal menunggu diundangkan. Selanjutnya, PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) dapat melanjutkan proses negosiasi untuk pencairan pinjaman dari Cina atau Tiongkok tersebut.
"Insya Allah minggu ini lah (terbit). Bentuknya nanti PP ya," ujar Rini saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa (11/4). (Baca: Revisi Tata Ruang Belum Beres, Kontrak Kereta Cepat Tetap Diteken)
Ditemui di tempat yang sama, Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., Bintang Perbowo mengatakan, proses negosiasi pencairan pinjaman dari Tiongkok untuk membiayai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung masih berlangsung. Sekadar informasi, Wijaya Karya adalah salah satu anggota konsorsium BUMN yang mendirikan perusahaan patungan KCIC bersama investor asal Tiongkok.
Pihak China Development Bank (CDB) sedang berada di Indonesia sampai 28 April nanti. Jadi, momen tersebut dapat dimanfaatkan Wijaya Karya untuk menuntaskan proses negosiasi pencairan pinjaman dari CDB itu.
Menurut Bintang, pihaknya mengharapkan pada 28 April nanti sudah menemukan kesepakatan dengan CDB. Jadi, penandatanganan pencairan dana pinjaman untuk membangun proyek kereta cepat itu dapat dilakukan di Beijing, Tiongkok, pada akhir bulan ini.
(Baca: Wika Targetkan Utang Cina untuk Kereta Cair Akhir Februari)
"Kan orang CDB nya sekarang ada di sini, jadi bahas itu sampai final. Rencananya akan tandatangan di akhir bulan atau sebelum ada program one belt one road (milik Cina). Tanda tangannya akan di Beijing," ujar Bintang.
Ia pun menambahkan, sebelum dana tersebut cair, proses pembangunan proyek ini menggunakan modal dari masing-masing perusahaan yang tergabung dalam konsorsium KCIC. Bintang menjelaskan, setidaknya dana yang berasal dari modal sendiri akan menutup 25 persen dari total nilai investasi yang sebesar US$ 5,5 miliar.
Sementara itu, Direktur Utama PT KCIC Hanggoro Budi Wiryawan mengakui, dana pinjaman dari CDB ini masih menunggu revisi PP RTRW Nasional. Namun, dia mengakui, revisi tersebut memang sudah selesai difinalisasi dan saat ini telah berada di Kementerian Hukum dan HAM untuk segera diundangkan.
Dengan terbitnya aturan tersebut, KCIC akan segera melanjutkan pembangunan proyek ini yang dimulai di Walini, Jawa Barat. "Kalau pembangunan kan kami sudah tandatangan kontrak (EPC). Sudah mulai beberapa tempat di Walini," ujarnya.
Awal April ini, KCIC telah menandatangani kontrak rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (engineering, procurement, and construction/EPC) proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Kontrak senilai US$ 4,7 miliar ini diteken bersama tujuh kontraktor yang tergabung dalam High Speed Railway Construction Consortium (HSRCC).
Hanggoro mengatakan, penandatanganan kontrak tetap dilakukan meski revisi RTRW Nasional belum selesai. Revisi ini menjadi salah satu persyaratan dari Tiongkok agar pinjaman pembiayaan proyek ini bisa dicairkan. (Baca: Pembebasan Lahan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Selesai Akhir 2016)
Selain revisi RTRW, penandatanganan kontrak EPC juga menjadi salah satu syarat pencairan pinjaman China Development Bank (CDB). "Kami harap ini menjadi awal pembangunan proyek kereta cepat," kata Hanggoro usai penandatangan kontrak tersebut di Gedung Wika, Jakarta, Selasa (4/4).
Selanjutnya, KCIC akan memulai pengerjaan proyek secara parsial, mengingat masih ada persyaratan dokumen yang harus dikengkapi. Dari total 142 kilometer (km) panjang perlintasan kereta cepat, KCIC sudah mempersiapkan 26 km yang akan dibangun pada tahap awal ini. Konstruksi sepanjang 5 km juga sudah berjalan pengerjaannya.