Pemerintah: Tunda Penambangan di Rembang, Proyek Semen Menggantung
Pemerintah memutuskan penundaan semua aktivitas penambangan di wilayah Watuputih, Rembang, Jawa Tengah. Namun, keputusan itu masih belum menyentuh perdebatan yang selama ini berkembang di masyarakat mengenai pengoperasian pabrik semen milik PT Semen Indonesia di daerah tersebut.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki menyatakan, Tim Pelaksana Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk Kebijakan Pemanfaatan dan Pengelolaan Pegunungan Kendeng yang Berkelanjutan merekomendasikan penambangan di Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih belum dapat dilakukan saat ini. Selanjutnya, tim tersebut masih akan menyelesaikan KLHS tahap kedua.
Keputusan ini merupakan hasil rapat yang digelar Teten di kantornya, Jakarta, Rabu (12/4). Rapat ini dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Deputi Bidang Usaha Pertambangan Kementerian BUMN Fajar Hari Sampurno, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Bupati Rembang Abdul Hafidz, Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Ego Syahrial dan Tim Komunikasi Presiden yakni Johan Budi, Ari Dwipayana serta Sukardi Rinakit.
Menurut Teten, peserta rapat telah mendengarkan laporan Tim KLHS, yang dibentuk pada 2 Agustus 2016. KLHS digunakan untuk menguji kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan persoalan pemanfaatan sumber daya alam di Pegunungan Kendeng, khususnya wilayah CAT Watuputih.
Selain Tim KLHS di bawah naungan Kementerian LHK, ada juga Tim Panel Pakar yang dibentuk Kantor Staf Presiden beranggotakan 11 ahli dari berbagai disiplin keilmuan dan universitas. Kedua tim telah bekerja sama selama tujuh bulan hingga April ini untuk menyusun dan menguji kualitas KLHS.
Teten memaparkan, selama periode itu, terdapat dinamika dan perkembangan di lapangan, sehingga KLHS dibagi menjadi dua. Pertama, KLHS Tahap I mencakup zona Rembang (CAT Watuputih). Kedua, KLHS Tahap 2 mencakup keseluruhan Pegunungan Kendeng yang melintasi tujuh kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Dari situ, pemerintah akan mengetahui kebijakan yang tepat untuk menangani Pegunungan Kendeng Utara atau pun zona Rembang dalam lingkup yang lebih luas. Selanjutnya, Teten menargetkan KLHS II dapat diselesaikan dalam dua bulan mendatang.
Teten mengakui, hasil KLHS I ini tidak memuat keputusan mengenai boleh-tidaknya pembangunan pabrik semen di Rembang. "KLHS pertama ini memang tidak menyentuh soal (pabrik) semennya. Jadi ini hanya studi tentang CAT saja," katanya saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (12/4).
Secara lebih detail, Koordinator Tim Ahli KLHS Suryo Adi Wibowo menjelaskan, tujuan utama KLHS sebenarnya untuk melihat kebijakan atau rencana program, seperti dalam bentuk RancanganTata Ruang Wilayah (RTRW) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), bakal mengancam lingkungan di suatu kawasan atau tidak. "Kalau iya, maka harus diperbaiki kebijakan itu," katanya.
Jadi, KLHS sangat berbeda dengan Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) yang menentukan kelayakan suatu proyek. "Kita tahu pada kasus ini, AMDAL dalam konteks Watuputih dalah PT Semen Indonesia. Tapi di daerah Watuputih itu tidak hanya Semen Indonesia, tapi juga ada 21 IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang lain," katanya.
Alhasil, Tim KLHS tidak secara spesifik membahas mengenai proyek Semen Indonesia. "Yang menjadi concern tim KLHS, kalau ternyata ada penyebab dalam kebijakan rencana program maka kebijakan itulah yang diperbaiki supaya tidak terulang lagi. Diperbaiki entah RTRW-nya atau RPJM-nya."
Menanggapi hasil rapat tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan Semen Indonesia saat ini tidak bisa melakukan penambangan sampai adanya keputusan final, "Kalau begitu Semen (Indonesia) harus mengikuti hal ini," katanya.
Sementara itu, Bupati Rembang Abdul Hafidz menengaskan, hingga kini Semen Indonesia belum pernah melakukan penambangan di kawasan tersebut. "Ke depan akan menunggu hasil dari studi yang akan dilakukan. Hanya tadi disampaikan bahwa kalau pabrik semennya sendiri tidak ada masalah, akan diteruskan," ujarnya.