Tiga Bulan Jadi Presiden AS, Trump Berubah Sikapi Enam Isu
Setelah tiga bulan menjabat Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mulai mengubah pendiriannya terhadap sejumlah isu. Setidaknya ada enam sikapnya yang melenceng dari janji kampanyenya dulu. Perubahan paling dramatis terlihat pada sikapnya terhadap NATO, yang tak lagi dianggapnya “usang”.
Trump menyampaikan pandangannya ini dalam konferensi pers ketika mengunjungi Sekretaris Jenderal NATO Jenderal Jens Stoltenberg, beberapa waktu lalu. Selain itu, Trump juga tak lagi menganggap Tiongkok sebagai manipulator mata uang.
Bahkan, yang cukup mengejutkan, Trump untuk pertama kalinya menyebut hubungan Amerika Serikat-Rusia sedang berada di level terburuk gara-gara memanasnya konflik di Suriah. Padahal, sejak kampanye Trump terlihat 'intim' dengan negara musuh bebuyutan AS tersebut.
Berikut ini enam isu yang telah membuat Trump mengubah sikapnya, seperti dilansir The Straits Times, Rabu (12/4). (Baca: Perang Perdana Trump, Amerika Luncurkan 50 Rudal ke Suriah)
1. NATO
Selama lebih dari setahun, Trump menyebut NATO sudah usang sebagai suatu aliansi militer, dan sangat memboroskan anggaran Amerika Serikat. Ia sempat meminta NATO diganti dengan organisasi alternatif yang fokus terhadap pemberantasan terorisme.
Pada 15 Januari lalu, dalam wawancara dengan Times dari London dan Bild dari Jerman, Trump masih menyebut NATO “usang” karena tidak mampu mengendalikan teror.
Meski begitu, dalam konferensi pers bersama dengan Stoltenberg pada Rabu lalu (12/4), Presiden AS ini menyatakan komentar yang pernah dilontarkannya ternyata telah membuat NATO berubah lebih baik. “Keluhan saya itu sudah lama, dan mereka sudah berubah, sekarang mereka memerangi terorisme,” katanya.
Belum jelas perubahan NATO yang dimaksud oleh Trump. NATO memang mengangkat seorang asisten sekretaris baru yang berfokus pada keamanan dan intelijen pada Juli 2016. Namun, sejumlah ahli menyatakan perubahan tersebut tidak berdampak signifikan terhadap NATO, karena organisasi ini memang telah lama memiliki perhatian terhadap terorisme.
2. Tiongkok
Selama masa kampanyenya, Trump selalu menyebut Tiongkok sebagai manipulator mata uang. Bahkan, hal ini masih dilontarkannya pada hari pertamanya sebagai Presiden AS.
Namun pada hari ke-83 kepemimpinannya, kepada The Wall Street Journal Trump mengatakan, Cina tidak melakukan manipulasi terhadap mata uangnya. “Mereka bukan manipulator mata uang."
Suatu negara bisa memanipulasi mata uangnya untuk membuat ekspor semakin murah, serta memberikan keuntungan kepada pabrik-pabrik dan para pekerja. Saat suatu negara membeli mata uang asing dan menjual mata uangnya sendiri, maka nilai mata uang negara tersebut di pasar global akan anjlok. Akibatnya, biaya ekspor bisa ditekan.
Sejumlah ekonom memang mencurigai Tiongkok pernah melakukan manipulasi mata uang. Namun, praktik ini sekarang tidak dilakukan lagi. Presiden Barack Obama pun memiliki pandangan serupa. Meski begitu, Obama tidak pernah terang-terangan menyebut Tiongkok sebagai manipulator.
Departemen Keuangan AS dijadwalkan merilis laporan mengenai manipulasi mata uang dalam beberapa hari mendatang.
3. Rusia
Trump pernah menyampaikan kekhawatirannya atas dukungan Rusia terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad. Ia pun mempertanyakan peran Moskow dalam dugaan serangan senjata kimia di kota Khan Sheikhun yang dikuasai pemberontak Suriah pada 4 April lalu. Serangan itu menewaskan setidaknya 87 orang, termasuk banyak anak.
Trump mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin “sesungguhnya mungkin” mengetahui serangan tersebut. Yang menjadi indikator adalah kehadiran sejumlah pejabat Rusia di pangkalan udara Suriah yang diserang militer AS pada 6 April lalu. “Sepertinya hubungan kami dengan Rusia sedang berada pada titik terendah,” kata Trump.
4. Suriah
Trump menyatakan sudah waktunya mengakhiri perang sipil di Suriah yang brutal. Ia pun menyebut Assad sebagai seorang penjagal. Trump sudah meminta sekutu-sekutu NATO untuk bersama-sama “mengakhiri bencana” di Suriah.
“Setiap negara harus menolak pembantaian keji terhadap warga sipil dengan senjata kimia, termasuk pembunuhan sadis terhadap anak-anak kecil yang tak berdaya,” ujar Trump. (Baca: Trump Serang Suriah, Harga Minyak Dunia Naik Menembus US$ 55)
Komentar Trump ini dilontarkan hanya beberapa hari setelah pemerintahannya menyatakan menerima langkah Presiden Suriah untuk mengendalikan kondisi di negaranya yang mengalami kehancuran.
5. Janet Yellen
Selama masa kampanyenya, Trump menyebut Ketua Dewan Gubernur Federal Reserve (The Fed) Janet Yellen melakukan manipulasi suku bunga untuk membantu Obama secara politis. Manipulasi itu agar suku bunga semakin rendah sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat.
Kepada Washington Post, Trump mengatakan tindakan Yellen dan rekan-rekannya di The Fed untuk menjaga suku bunga tetap rendah hingga mendekati nol, bisa mengakibatkan resesi besar-besaran.
Namun, Rabu pekan ini, saat The Wall Street Journal menanyakan tentang kandidat pengganti Yellen ketika jabatannya berakhir tahun depan, Trump mengisyaratkan Yellen tetap akan memimpin The Fed. “Saya menghormatinya,” ujarnya. (Baca: Trump Bisa Goyahkan Masa Depan The Fed)
6. Bank Export-Import (Exim)
Kepada The Wall Street Journal, Trump menyatakan dukungannya terhadap Export-Import Bank, lembaga keuangan yang menangani kegiatan ekspor AS. Padahal, Bank Exim dibenci anggota parlemen dari kelompok konservatif karena menganggap bantuan yang diberikan bank tersebut diterima perusahaan besar seperti Boeing.
Dalam kampanyenya, Trump menentang bank tersebut dan menganggap AS tidak membutuhkannya. Bagi Trump ketika itu, bank semacam ini hanya memberikan bantuan bagi segelintir perusahaan, yang bahkan bisa bertahan tanpa bantuan itu.
Seiring berjalannya waktu, Trump pun melunak. “Sudah terbukti, pertama-tama, perusahaan kecil sangat terbantu,” katanya.