BPK Ungkap Kegiatan Tambang Bawah Tanah Freeport Tanpa Izin
Kegiatan tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia hingga saat ini ternyata tidak memiliki izin lingkungan. Hal ini terungkap dari hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap penerapan kontrak karya perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat tersebut.
Dokumen hasil pemeriksaaan BPK terhadap penerapan kontrak karya Freeport tahun anggaran 2013 hingga 2015, yang salinannya dimiliki Katadata, mengungkapkan wilayah operasi penambangan bawah tanah (Deep Mill Level Zone/DMLZ) Freeport Indonesia berada di luar lingkup Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dikeluarkan tahun 1997. Sementara itu, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012, AMDAL 1997 Freeport ini dapat dipersamakan dengan izin lingkungan.
(Baca: BPK: Potensi Kerugian Negara Akibat Tambang Freeport Rp 185 Triliun)
Artinya, untuk melakukan penambangan bawah tanah, Freeport harus mengantongi izin lingkungan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2009, khususnya Pasal 36 ayat 1. Pasal tersebut menyebutkan setiap usaha dan/atau yang wajib memiliki AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) wajib memiliki izin lingkungan.
Selain itu, Pasal 40 ayat 3 dalam undang-undang yang sama, juga mewajibkan pembaruan izin lingkungan jika ada usaha atau kegiatan yang berubah. “DMLZ di luar lingkup AMDAL 1997 sama dengan belum memiliki izin lingkungan,” tulis BPK dari laporan hasil pemeriksaan yang baru rampung tersebut.
Hasil pemeriksaan itu juga menyatakan, saat ini Freeport masih mengurus Adendum Amdal. Namun, dalam proses tersebut ditemukan adanya perbedaan laporan Freeport antara kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan regulator pasar modal di Amerika Serikat mengenai status zona bawah tanah itu.
(Baca: BKPM: Polemik Pemerintah dengan Freeport Tak Ganggu Investasi)
Dalam laporannya kepada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba), Freeport menyatakan, tambang DMLZ pada triwulan IV 2015 masih dalam proses persiapan produksi dan dalam tahap pengembangan.
Namun, dalam laporan Form 10-K per 31 Desember 2015, yang ditujukan kepada regular pasar modal dan bursa Amerika Serikat, Freeport menyatakan telah memulai produksi dari cebakan bijih DMLZ pada September 2015 dengan menggunakan metode block cave.
Manajemen Freeport Indonesia belum berkomentar perihal masalah tersebut. Juru bicara Freeport Riza Pratama belum membalas pesan yang dikirimkan Katadata melalui aplikasi Whatsapp, Jumat (28/4).
Selain adanya kegiatan pertambangan bawah tanah yang tak berizin, BPK juga menemukan penggunaan kawasan hutan lindung yang tak berizin seluas 4.535, 93 hektare. Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK itu, ada juga temuan mengenai kerusakan lingkungan akibat pembungan limbah operasional penambangan (tailing).
(Baca: Kantongi Izin dari Pemerintah, Freeport Segera Ekspor Konsentrat)
Dalam hal ini, Riza berkomentar kalau Freeport memiliki program rehabilitasi yang lengkap untuk berbagai area dimana Pasir Sisa Tambang (SIRSAT) sudah di dalam kondisi stabil. “Kami memulihkan dan merehabilitasi tanah tersebut agar dapat dijadikan lahan pertanian yang produktif dimana penduduk setempat dapat beternak dan bertani berbagai macam tanaman seperti nanas, sagu, tebu, pisang dan ubi,” kata dia kepada Katadata, Kamis (27/4).