Bappenas Minta OJK Perlonggar Aturan Dana Pensiun Biayai Infrastruktur
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang Brodjonegoro mengusulkan agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meningkatkan batas maksimal dana investasi yang bisa dialokasikan dana pensiun (dapen) untuk investasi langsung. Tujuannya, agar dapen bisa lebih banyak mendanai proyek-proyek infrastruktur.
Bambang mengatakan, saat ini, dapen hanya bisa mengalokasikan maksimal 10 persen dari total dana investasinya untuk investasi langsung. Harapannya, batas maksimal bisa naik ke kisaran 15-20 persen.
"Kalau (dapen) luar negeri kan enggak ada batasan, jadi di dalam negeri dinaikkan, dari luar negeri saya harap coba masuk," ujar dia dalam seminar bertajuk 'Mendorong Sinergi Pemerintah dan Swasta dalam Pengembangan Skema Pembiayaan Infrastruktur' di Hotel Le Meriden, Jakarta, Kamis (4/5).
Ia pun memastikan, keuntungan investasi langsung di proyek infrastruktur sangat besar. Keuntungan tersebut sudah dibuktikan banyak dapen. Ia menjelaskan, bila dapen membeli proyek yang masih dalam tahap awal (greenfield) lalu menjualnya ketika sudah beroperasi bisa mendapat untung (capital gain) yang besar. (Baca juga: Cari Dana Segar, Waskita Karya Lego 17 Ruas Tol Miliknya)
Beberapa dapen dari luar negeri pun diklaim Bambang telah menyampaikan minatnya untuk berinvestasi di proyek infrastruktur Indonesia, di antaranya Ontario Teacher's Pension Plan (OTPP) yaitu dapen guru-guru di Ontario. Dana kelolaannya mencapai 20 hingga 30 kali lipat dari yang dimiliki Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
"Mereka (OTPP) datang ke saya, government bond (obligasi pemerintah) dan saham sudah mapan, mereka cari lagi, 'ada enggak proyek infrastruktur yang saya bisa masuk?'. Bayangkan, itu baru dari guru di Ontario yang hanya satu dari profesi di Kanada," kata dia. (Baca juga: OJK: Hanya 27 Persen Penduduk Usia Produktif Punya Dana Pensiun)
Ia pun menyebut ada dapen asal luar negeri yang berminat membiayai pembangunan jalan tol, dalam waktu dekat. "Mereka mau masuk ke equity jalan tol yang ada. Kalau dia sepakat. Kan masih dalam proses," tutur Bambang.
Selain masuk melalui investasi langsung, Bambang juga mendorong pembiayaan melalui obligasi bunga abadi (perpetual bond) dan reksadana pendapatan tetap (RDPT). Upaya mendorong pembiayaan infrastruktur non anggaran (PINA) ini didasari oleh terbatasnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dari total kebutuhan Rp 4.796 triliun untuk 2015-2019, hanya 41,3 persen yang bisa dibiayai APBN.
Pada kesempatan itu, CEO Nusantara Infrastruktur M. Ramdani Basri menyebutkan bahwa potensi pendanaan dari dapen mencapai sekitar Rp 600 triliun. Namun, banyak dapen ataupun asuransi yang belum menyatakan diri untuk masuk, lantaran proyek yang dimaksud belum menghasilkan keuntungan. "Potensi dananya itu besar sampai Rp 600 triliun, tapi belum mau masuk karena belum menghasilkan," ujar dia. (Baca juga: Belanja Infrastruktur Sokong Ekonomi ASEAN Menguat Lebih Cepat)
Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayan OJK Tuahta Aloysius Saragih pun menyatakan komitmen institusinya untuk mendorong pembangunan infrastruktur. Namun, sebagai pengawas, OJK memahami kekhawatiran dapen ataupun perusahaan asuransi terkait risiko yang mungkin dihadapi. Sejauh ini ia mencatat hanya ada empat perusahaan dapen yang bersedia masuk mendanai infrastruktur, itu pun nilainya di bawah Rp 50 miliar.