Bernilai Rp 90 Triliun, Industri Minuman Ringan Diklaim Terus Susut
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis angka pertumbuhan industri manufaktur yang mencapai 4,33 persen pada kuartal I 2017. Namun, pertumbuhan itu ternyata tak dinikmati oleh semua sektor industri. Industri minuman ringan misalnya, justru diklaim merosot.
Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) mengklaim sektor industri yang dijalankannya turun 3-4 persen pada kuartal I 2017. “Hal ini terjadi hampir pada semua kategori minuman ringan,” kata Ketua ASRIM Triyono Pridjosoesilo, Senin (8/5).
Triyono menyatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir sektor industri minuman ringan terbilang rentan. Ini terlihat dari tren pertumbuhan sektor dalam 4 tahun terakhir hanya berada dalam kisaran 4 - 8 persen. Angka ini jauh menurun ketimbang rerata pertumbuhan pada awal tahun 2000-an yang mencapai 10 - 15 persen
(Baca juga: Industri Tumbuh 4,3%, Pengusaha Masih Keluhkan Suku Bunga)
Menurut Triyono, penyebab lesunya industri minuman ringan adalah turunnya daya beli masyarakat. Selain itu, adanya kekhawatiran soal obesitas dan penyakit diabetes turut mempengaruhi keinginan masyarakat untuk membeli produk minuman ringan yang berpemanis.
“Padahal obesitas dan diabetes merupakan kondisi kompleks yang tidak tidak hanya disebabkan oleh satu jenis makanan atau minuman tertentu. Ini berkaitan dengan pola hidup masyarakat secara total, tak hanya konsumsi melainkan juga aktivitas fisik,” ujarnya.
Triyono mengatakan, nilai pasar sektor ini sebenarnya terbilang besar. Industri minuman ringan siap saji non-alkohol memiliki nilai pasar (retail value) mencapai lebih dari Rp 90 Triliun atau US$ 7 miliar. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, sektor ini didukung lebih dari 4 juta pekerja langsung yang bekerja di bawah perusahaan internasional hingga Usaha Kecil Menengah (UKM).
(Baca juga: Apindo: Pertumbuhan Ekonomi Belum Cukup Dorong Sektor Riil)
Industri minuman ringan masih memiliki potensi yang sangat besar. Potensi tersebut datangnya dari bonus demografi yang besar, dari 250 juta penduduk sebanyak 25 persen di antaranya adalah konsumen usia produktif.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2013 menyebutkan bahwa rata-rata konsumen Indonesia hanya membelanjakan 2 persen dari penghasilan bulanannya untuk minuman. Dengan demikian masih tersedia potensi pertumbuhan yang besar.
Di sisi investasi, data realisasi triwulan pertama 2017 dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukan sektor ini menyumbangkan nilai investasi sebesar Rp 18,5 triliun.
(Baca juga: Pemerintah Kaji Tax Allowance untuk Industri Pendukung Program Vokasi)
Triyono berharap pemerintah mesti lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan terkait sektor ini. Sebab wacana kebijakan cukai plastik kemasan produk minuman masih menyisakan kekhawatiran yang serius bagi pengusaha minuman, karena secara langsung akan berdampak langsung pada beban biaya dan harga jual.
“Jangan sampai pemerintah justru melahirkan kebijakan yang salah, yang memberatkan industri namun tetap tidak menyelesaikan masalah sampah yang sebenarnya”, katanya.