Saham dan Obligasi Sokong Neraca Pembayaran Surplus US$ 4,5 Miliar
Bank Indonesia (BI) mencatat neraca pembayaran Indonesia (NPI) kembali surplus US$ 4,5 miliar pada kuartal I 2017 lalu. Nominal tersebut relatif sama dengan kuartal sebelumnya. Pencapaian tersebut disokong oleh surplus pada transaksi modal dan finansial. Penyebabnya, derasnya aliran masuk modal asing terutama ke instrumen investasi portofolio.
NPI merupakan statistik yang mencatat transaksi ekonomi antara penduduk Indonesia dengan bukan penduduk pada suatu periode tertentu. Transaksi NPI terdiri dari transaksi berjalan (perdagangan dan jasa), transaksi modal, dan transaksi finansial. BI merinci transaksi modal dan finansial mengalami surplus US$ 7,9 miliar atau meningkat dibanding kuartal IV tahun lalu yang sebesar US$ 7,6 miliar.
Peningkatan itu terutama didorong oleh derasnya aliran masuk modal asing pada instrumen investasi portofolio berdenominasi rupiah seperti Surat Utang Negara (SUN), Surat Perbendaharaan Negara (SPN), dan saham. Selain itu, “Adanya penerbitan sukuk global oleh pemerintah,” kata Direktur Eksekutif BI Tirta Segara dalam siaran pers yang dilansir Jumat (12/5) pekan lalu. (Baca juga: Tanpa Bunga Naik, BI dan Pemerintah Ingin Cegah Dana Asing Keluar)
Meski surplus transaksi modal dan finansial meningkat, BI menyebut peningkatan surplus sebetulnya tertahan lantaran adanya penurunan surplus investasi langsung dan defisit investasi lainnya. “Terutama karena outflow (arus keluar) investasi langsung sektor migas, dan defisit investasi lainnya khususnya karena penempatan aset sektor swasta di luar negeri,” kata Tirta. Adapun outflow di antaranya terkait hasil tender offer (pengalihan) saham perusahaan migas (minyak dan gas) di luar negeri oleh salah satu anak perusahaan BUMN.
Secara garis besar, BI melansir, neto investasi portofolio surplus US$ 6,5 miliar pada kuartal I lalu, naik dari US$ 313 juta pada kuartal IV tahun lalu. Di sisi lain, surplus investasi langsung menciut menjadi hanya US$ 2,5 miliar dari US$ 3,3 miliar pada kuartal sebelumnya. Adapun, investasi lainnya berbalik menjadi defisit US$ 1 miliar dari surplus US$ 4,5 miliar pada kuartal sebelumnya. (Baca juga: Tiongkok Cairkan Dana US$ 4,498 Miliar Untuk Proyek Kereta Cepat)
Sementara itu, transaksi berjalan (perdagangan dan jasa) tercatat mengalami peningkatan defisit menjadi US$ 2,4 miliar atau 1 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Pada kuartal sebelumnya, defisit tercatat sebesar US$ 2,1 miliar atau 0,9 persen terhadap PDB. Defisit melebar akibat naiknya defisit neraca perdagangan migas dan pendapatan primer. (Baca juga: Perdagangan Surplus, Pengusaha Dukung Kemitraan dengan Cile)
“Peningkatan defisit neraca perdagangan migas dipengaruhi oleh naiknya harga minyak dunia di tengah penurunan lifting minyak, sementara kenaikan defisit neraca pendapatan primer mengikuti jadwal pembayaran bunga surat utang pemerintah yang lebih tinggi dan meningkatnya pembayaran pendapatan investasi langsung,” kata Tirta.