BPK Minta Pemerintah Tindak Lanjuti 14 Temuan Laporan Keuangan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta pemerintah menindaklanjuti 14 temuan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2016. Tindak lanjut atas temuan BPK ini bisa menjadi upaya pemerintah mempertahankan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) yang baru diperoleh sejak 12 tahun tahun terakhir.
“Temuan ini harus disampaikan dalam kurun waktu 60 hari setelah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) diserahkan dan kalau tidak ditindaklanjuti akan mempengaruhi opini pada tahun mendatang,” kata Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara di kantornya, Senin (22/5).
Dia mengatakan BPK mendapat 14 temuan dalam audit LKPP 2016 dalam dua aspek, yakni Sistem Pengendalian Internal (SPI) dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Tindak lanjut ini dilakukan oleh kementerian/lembaga (K/L) yang mendapat catatan temuan dari BPK. (Baca: Pertama Dalam 12 Tahun, Keuangan Pemerintah Pusat Raih Opini Wajar)
Ada 10 temuan pada aspek SPI. Pertama, berkaitan dengan Sistem Informasi Penyusunan LKPP tahun 2016 yang belum terintegrasi. Kedua, pelaporan Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang belum memadai. Ketiga, penetapan tarif pajak penghasilan (PPh Migas) yang tidak konsisten. Keempat, kelemahan sistem pengendalian internal piutang perpajakan. Kelima, pengendalian penagihan sanksi administrasi pajak yang belum memadai.
Keenam, berkenaan dengan pencatatan persediaan, aset tetap, dan aset tak berwujud yang belum tertib. Ketujuh, pengendalian atas pengelolaan program subsidi yang kurang memadai. Kedelapan, penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik angkutan orang dengan kereta api yang belum jelas.
Kesembilan, pengendalian dana alokasi khusus fisik bidang sarana prasarana penunjang yang belum memadai. Kesepuluh, kebijakan pelaksanaan tindakan khusus aset dana jaminan sosial (DJS) kesehatan bernilai negatif yang belum jelas. (Baca: Laporan Keuangan Kementerian Susi Bermasalah, BPK Duga Dana Fiktif)
Selain aspek SPI, BPK juga memperoleh 4 temuan dari aspek kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Pertama, terkait pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Piutang Bukan Pajak pada 46 kementerian negara/lembaga yang belum sesuai ketentuan. Kedua, pengembalian pajak tahun 2016 senilai Rp 1,15 triliun yang tidak memperhitungkan piutang pajaknya senilai Rp 879,02 miliar.
Ketiga, berkaitan dengan pengelolaan hibah langsung berupa uang/barang/jasa senilai Rp 2,85 triliun pada 16 kementerian negara/lembaga yang tidak sesuai ketentuan. Keempat, penganggaran pelaksanaan belanja senilai Rp 11,41 triliun yang tidak sesuai ketentuan dan penatausahaan utang senilai Rp 4,92 triliun.
BPK memeriksa 87 Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga (LKKL) dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) 2016, yang dilakukan dalam kurun waktu dua bulan (April-Meil 2017). Sebanyak 74 LKKL dan LKBUN memperoleh opini WTP dari BPK. Sementara 8 LKKL mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan 6 LKKL disclaimer (tidak menyatakan pendapat).
(Baca: Dapat Rapor Hijau dari BPK dan S&P, Sri Mulyani Harap Investasi Naik)
Delapan LKKL yang memperoleh WDP dari BPK yakni, Kementerian Pertahanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, BKKBN, dan KPU. Kemudian Badan Informasi Geopasial, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan Lembaga Penyiaran Publik RRI.
Sedangkan enam LKKL yang disematkan disclaimer oleh BPK yaitu, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Komnas HAM, Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Lembaga Penyiaran Publik TVRI, Bakamla, dan Badan Ekonomi Kreatif.