BI Nilai Ekonomi Perlu Tumbuh 7% Agar Masyarakat Sejahtera
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martawardojo menyebut, pertumbuhan ekonomi yang di kisaran 5 persen saat ini tak cukup untuk membuat masyarakat hidup sejahtera. Maka itu, reformasi struktural harus terus dilakukan untuk memacu laju ekonomi.
"Beberapa tahun ini Indonesia tumbuh (rata-rata) 5,7 persen. Kami tahu untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, 5 persen enggak cukup. Perlu tumbuh di atas 7 persen," ujar dia saat membuka acara diskusi bertajuk 'Pencegagan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan Pasca UU PPKSK' di kantornya, Jakarta, Rabu (24/5).
Selain reformasi struktural yang terus-menerus, menurut Agus, stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan juga harus dijaga agar pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan berkelanjutan. "Pertumbuhan ekonomi yang sehat tidak bisa dicapai kalau tidak ada stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan," ujarnya.
Deputi Komisiner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Imansyah menambahkan, pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen harus didukung banyak sektor, di antaranya perbankan. Penyaluran kredit bank harus meningkat guna mendorong produktivitas industri. Untuk itu, permodalan bank harus diperkuat.
(Baca juga: Harga Komoditas Naik, Kredit Kendaraan Bermotor Menggeliat Lagi)
"Misalnya, target kredit 10-12 persen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Maka harus disiapkan satu komponen modal sehingga bisa mendorong kapasitas bank untuk lending (menyalurkan kredit)," ujar dia. Di sisi lain, ia menambahkan, perlu ada upaya juga untuk tetap menjaga rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) di level aman.
Berbeda pandangan dengan BI, Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marwan Cik Asan menilai, ekonomi butuh tumbuh jauh lebih tinggi yaitu di kisaran 10 persen agar masyarakat sejahtera. Sebab, dengan pertumbuhan setinggi itu, masyarakat Indonesia baru bisa lepas dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap).
"Kalau pertumbuhan ekonomi sampai 2030 begini-begini saja, maka Indonesia akan terjebak pada middle income trap. Butuh pertumbuhan 10 persen agar terbebas dari jebakan itu," kata dia. (Baca juga: Pemerintah Kaji Tax Allowance untuk Industri Pendukung Program Vokasi)
Adapun, tahun ini, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di level 5,2 persen, dan tahun depan di kisaran 5,4-6,1 persen. Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, target itu bisa dicapai dengan kondisi tertentu.
"Kalau kondisi begini bisa 5,4 persen, kalau begini 5,6 persen, kalau begini 6,1 persen. Macam-macam, investasi sekian persen, ekspor sekian persen, pengeluaran sekian persen. Kalau terpenuhi (pertumbuhan ekonomi tahun depan) bisa 5,4-6,1 persen," ujar dia di kantornya, Jakarta, Selasa (23/5).
Secara rinci, pemerintah menargetkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,1-5,4 persen tahun depan, atau lebih tinggi dibanding proyeksi tahun ini yang hanya 5 persen. Di sisi lain, konsumsi pemerintah ditarget 3,8-4,3 persen, juga lebih tinggi dibanding perkiraan tahun ini 4,8 persen.
Adapun, pertumbuhan investasi alias Pembentuk Modal Tetap Bruto (PMTB) ditarget tumbuh 6,3-8 persen tahun depan. Target itu naik signifikan dibanding proyeksi tahun ini yang hanya 6,1 persen. (Baca juga: BI Harap Peringkat Baru S&P Bisa Kerek Investasi ke Luar Jawa)
Sementara itu, ekspor ditargetkan tumbuh sebesar 0,3-0,6 persen, atau di atas target tahun ini yang sebesar 0,3 persen. Begitu pula dengan impor yang ditarget tumbuh 0,8-0,9 persen, lebih tinggi dibanding prediksi pencapaian tahun ini 0,4 persen. Apabila target-target tersebut bisa dicapai maka pertumbuhan ekonomi 5,4-6,1 persen bisa dicapai.