Sambutan Sekretaris Menko Perekonomian pada Peluncuran Laporan EITI

Jeany Hartriani
24 Mei 2017, 16:52
Launching EITI
Arief Kamaludin|KATADATA

Laporan pertama EITI Indonesia yang terbit pada tahun 2013 serta Laporan kedua yang terbit pada tahun 2014, disusun dengan mengacu kepada EITI Rules yang isinya hanya mencakup aspek rekonsiliasi data-data penerimaan negara dan penerimaan daerah dari industri ekstraktif. Laporan ketiga EITI Indonesia yang terbit pada bulan November 2015 sudah mengacu pada EITI Standard 2013 yang isinya mencakup informasi kontekstual tata kelola (governance) dan rekonsiliasi data-data penerimaan negara dan penerimaan daerah dari industri ekstraktif.

Laporan  keempat EITI Indonesia Tahun Kalender 2014 ini disusun dengan mengacu pada EITI Standard terbaru Tahun 2016. Substansi laporan sama dengan Laporan ketiga EITI Indonesia, namun informasi kontekstual Industri Ekstraktif diperkaya dengan informasi mengenai beneficial ownership (kepemilikan/pengendali sesungguhnya) dari perusahaan tersebut.

EITI adalah  standar global untuk peningkatan transparansi tata kelola pemerintahan (good governance) pengelolaan sumber daya ekstraktif (minyak bumi, gas bumi, mineral dan batubara), yang diharapkan sekaligus sebagai upaya pencegahan korupsi di sektor industri ekstraktif. EITI Standard telah memasuki versi kelima sejak Prinsip EITI disepakati oleh negara-negara anggota EITI pada tahun 2013. Prinsip-prinsip EITI menyatakan bahwa kekayaan dari sumber daya ekstraktif dari suatu negara harus dimanfaatkan bagi seluruh warganya, dan bahwa hal ini memerlukan standar dan akuntabilitas yang tinggi. 

Transparansi penerimaan negara dari sektor industri ekstraktif  penting untuk meningkatkan akuntabilitas dan kinerja sektor industri ekstraktif. Di banyak negara kaya sumber daya ekstraktif, kerahasiaan kepemilikan (beneficial ownership) berkontribusi pada korupsi, pencucian uang dan penggelapan pajak. Namun, sampai saat ini, hanya ada sedikit informasi yang tersedia untuk publik mengenai beneficial ownership dari perusahaan industri ekstraktif.

Sebelum  adanya dokumen Panama Papers pada April 2016 yang berisi informasi rinci mengenai lebih dari 214.000 perusahaan luar negeri, termasuk identitas pemegang saham dan direkturnya, EITI Standard 2016 telah memperkenalkan aspek baru dan membuat terobosan mengenai kewajiban untuk mengungkapkan beneficial ownership  dari perusahaan industri ekstraktif terhitung mulai tahun 2020.

Sebagai langkah awal, 51 negara anggota EITI mempublikasikan beneficial ownership roadmap paling lambat 1 Januari 2017 yang menguraikan mengenai rencana kegiatan dan persiapan penting untuk dapat secara penuh melaksanakan kewajiban tersebut pada tahun 2020. Indonesia telah menyusun Beneficial Ownership Roadmap  EITI Indonesia dan sudah menyampaikannya kepada Sekretariat EITI Internasional pada tanggal 30 Desember 2016. Selanjutnya, selama tiga tahun mulai tahun 2017 sampai dengan 2019, Indonesia harus menyiapkan berbagai kegiatan sehingga transparansi beneficial ownership industri ekstraktif dapat dilaksanakan di Indonesia.  

Sejalan dengan pelaksanaan EITI, pada tahun 2006, Indonesia telah meratifikasi konvensi PBB tentang Anti Korupsi (United Nations Convention Against Corruption) melalui UU No.7 Tahun 2006. Sebagai tindak lanjut, disusun Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) yang ditetapkan dengan Perpres No.55 Tahun 2012.  Sebagai penjabaran dan pelaksanaan Stranas PPK, setiap tahun ditetapkan Aksi PPK melalui Inpres untuk dilaksanakan oleh K/L dan Pemda. Dalam kaitan Stranas PPK ini, penerbitan Laporan Tahunan EITI Indonesia adalah salah satu Aksi PPK yang dilaksanakan oleh Kantor Kemenko Bidang Perekonomian dan diharapkan dapat mendukung upaya pencegahan korupsi di sektor industri ekstraktif.

Halaman:
Reporter: Jeany Hartriani
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...