Tarif Listrik Tetap Sampai Akhir 2017, Subsidi Bengkak Jadi Rp 52,3 T

Anggita Rezki Amelia
21 Juni 2017, 17:59
Listrik
ANTARA FOTO/Jojon
Seorang penghuni rusunawa mengisi voucher isi ulang listrik di Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (9/5/2017)

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengajukan tambahan subsidi listrik sebesar Rp 7,3 triliun dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017. Hal itu akibat adanya tambahan pelanggan yang berhak menerima subsidi.

Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan jumlah pelanggan listrik berdaya 900 VoltAmpere (VA) yang berhak memperoleh subsidi bertambah 2,4 juta dari perhitungan semula sebanyak 4,1 juta pelanggan. Jadi, total pelanggan 900 VA yang menerima subsidi sebanyak 6,5 juta pelanggan. Alhasil, dana subsidi ditambah sebesar Rp 1,71 triliun. 

(Baca: TNP2K Temukan Kesalahan dalam Pemberian Subsidi Listrik)

Bertambahnya jumlah pelanggan itu merupakan hasil verifikasi PT Perusahaan Listrik dan Negara (Persero) (PLN) dan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan atas pengaduan masyarakat. "Akan kami paparkan (Hasil verifikasinya) pada Komisi VII setelah libur (lebaran)," kata Jonan di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (21/6).

Anggaran subsidi listrik dalam APBN 2017 mencapai Rp 45 triliun. Namun, jumlahnya akan membengkak menjadi Rp 50,4 triliun karena kebutuhan listrik diprediksi meningkat. Kini, dengan tambahan kebutuhan dana subsidi Rp 1,7 triliun maka anggaran subsidi listrik yang diajukan dalam Rancangan APBN Perubahan 2017 mencapai Rp 52,3 triliun.

Grafik: Tarif Listrik Menurut Golongan 2014-Mei 2017

Di sisi lain, penambahan subsidi karena kebutuhan listrik yang diprediksi meningkat juga terkait dengan keputusan pemerintah tidak menaikkan tarif listrik golongan 900 VA mulai 1 Juli hingga 31 Desember 2017. Sesuai Peraturan Menteri Nomor 28 tahun 2016, tarif golongan 900 VA yang masih disubsidi untuk kelompok tidak mampu sebesar Rp 605 per kWh.

Sedangkan tarif golongan yang sama untuk kelompok mampu sebesar Rp 1.352 per kwh. Padahal, harga keekonomiannya mulai 1 Juli mendatang sebesar Rp 1.467 per kwh. Alhasil, masih ada selisih tarif dengan harga keekonomian sebesar Rp 115 per kwh yang harus ditanggung pemerintah. Subsidi itu dinikmati oleh sekitar 19 juta pelanggan daya 900 VA  kelompok mampu.  "Ya itu disubsidi," kata Jonan.   

Ke depan, Jonan bahkan mengupayakan penurunan tarif listrik. Caranya dengan meminta PLN melakukan efisisiensi terhadap biaya produksi listrik. Apalagi saat ini ada penurunan harga dari energi primer seperti batu dan gas. “Mungkin saya kira tarif listriknya bisa menurun,” ujar dia.

(Baca: Pemerintah Pastikan Tarif Listrik dan BBM Tak Naik Awal Juli)

Direktur Ekseskutif IESR Fabby Tumiwa mendesak pemerintah lebih transparan mengenai harga listrik termasuk biaya produksi yang ditanggung PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). “Pemerintah perlu transparan menentukan tarif, termasuk biaya-biaya yang dibebankan pada tarif yang dibayarkan pelanggan,” kata dia kepada Katadata, Rabu (21/6).

Menurutnya, saat ini biaya pokok produksi (BPP) yang ditanggung PLN  tahun 2016 sebenarnya hanya Rp 983 per kilowatt hour (kwh). Namun, pemerintah menetapkan tarif listrik yang cukup tinggi untuk rumah tangga yang tidak disubsidi atau golongan 1.300 VA sebesar Rp 1.467 per kwh.

(Baca: Industri Masih Lesu, Penjualan Listrik Semester I Cuma Tumbuh 2,4%)

Apabila dalam penentuan tarif tersebut ada variabel lain seperti investasi yang harus ditanggung PLN seperti listrik perdesaan, pemerintah juga harus transparan. Apalagi, sejak tahun ini PLN tidak lagi menerima Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk program tersebut.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...