Penusuk Polisi Diduga Simpatisan ISIS, Kerap Terpapar Konten Radikal

Dimas Jarot Bayu
3 Juli 2017, 09:49
Penikaman Brimob
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Anggota Brimob berjaga di depan tempat kejadian perkara penikaman anggota Brimob di Masjid Falatehan, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (30/6).

Markas Besar Polri menduga pelaku penyerangan terhadap dua anggota Brimob di Masjid Falatehan, Jakarta Selatan pada Jumat (30/6) malam, memiliki kaitan dengan kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS atau ISIS).

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen (Pol) Rikwanto mengatakan pelaku yang bernama Mulyadi (28) merupakan simpatisan ISIS yang bekerja sendiri atau lone wolf usai mendapat pemaparan materi radikal, di antaranya melalui grup percakapan aplikasi Telegram.

"Mulyadi melakukan aksi terornya secara lone wolf, yang diduga termotivasi dari maraknya materi-materi pada grup Telegram radikal mengenai amaliyah dengan modus penusukan kepada anggota Polri dan kemudian melakukan perampasan senjata," ujar Rikwanto dalam pesan singkat yang diterima Katadata, Minggu (2/7) malam.

(Baca: Anggota Brimob Ditusuk Usai Salat, Tim Gegana Ledakkan Tas Hitam)

Mulyadi yang bergerak sendiri diduga tidak terlibat secara struktur dengan kelompok jaringan teror yang ada di Indonesia. "Belum terdapat koneksitas dari Mulyadi dengan kelompok jaringan teror yang ada di Indonesia," kata Rikwanto.

Polisi mengambil kesimpulan setelah memperoleh keterangan dari beberapa saksi, seperti kakak ipar, kakak kandung, teman pedagang, dan mantan teman sekolahnya. Polisi juga mendapatkan beberapa bukti yang memperkuat analisis tersebut.

Mulyadi merupakan pedagang kosmetik di Pasar Roxy, Bekasi yang telah bekerja selama satu tahun bersama kakak iparnya, Hendriyanto. Berdasarkan keterangan Hendriyanto, tiga bulan lalu Mulyadi membeli sangkur yang belakangan digunakan untuk menusuk dua anggota Brimob, lewat situs belanja online di bukalapak.com.

(Baca: Jokowi kembali Minta TNI Dilibatkan dalam Aksi Antiterorisme)

Menjelang lebaran, Mulyadi sempat meminta uang sebesar Rp 5 juta kepada kakaknya dengan alasan untuk biaya pulang kampung. Namun, hingga tanggal 28 Juni, Mulyadi mengabarkan belum dapat mudik karena tak ada kawan di perjalanan.

Setelah meninggalkan rumah kakaknya, Mulyadi mengunjungi teman SMA bernama Angga pada 25 Juni sore. "Selama berada di rumah kos, Mulyadi memperlihatkan video tentang ISIS dan jihad," kata Rikwanto.

Mulyadi tinggal di rumah kos Angga selama dua hari dan kemudian pamit, mengatakan hendak bertemu dengan seorang teman dari Padang Panjang pada 26 Juni.

Dari rumah Angga, Mulyadi bertandang ke rumah Zulkifli di kawasan Bogor yang dikenalnya sejak 2014. Kepada polisi, Zulkifli mengatakan melihat keanehan perilaku Mulyadi sejak akhir 2016.

"Mulyadi kerap memperlihatkan materi mengenai ISIS, jihad, hijrah ke Filipina Selatan dengan tujuan untuk syahid, dari beragam website maupun grup messenger radikal," kata Rikwanto. Selama tinggal bersama Zulkifli selama empat hari, Mulyadi pun lebih banyak bermain HP dan berselancar di dunia maya.

(Baca: Wiranto Minta Dana Rp 6 Miliar Hadapi Ormas Anti-Pancasila)

Pada Jumat pekan lalu, Mulyadi usai salat Isya di Masjid Falatehan, tiba-tiba berteriak "thogut" dan "kafir" sembari mengeluarkan pisau. Mulyadi kemudian menusuk dua Brimob yang berdiri dekat dengannya. Polisi yang berada di sekitar masjid sempat meminta Mulyadi menghentikan aksinya, namun dia melarikan diri dan hendak kembali menyerang. Polisi pun menembak Mulyadi hingga tewas. 

Dua anggota brimob yang menjadi korban yakni Ajun Komisaris Dede Suhatmi dan Brigadir Kepala Syaiful Bakhtiar kini masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Polri Said Sukanto, Kramat Jati, Jakarta Timur. Kini keduanya mulai berangsur pulih.

Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...