Sri Mulyani Anggap Bahaya Usulan DPR soal Kelola Utang Swasta

Desy Setyowati
5 Juli 2017, 21:12
Sri Mulyani BI
ANTARA FOTO/M. Agung Rajasa

Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat meminta pemerintah memberikan perhatian khusus kepada utang swasta, bukan hanya pada utang pemerintah. Dalam rapat kerja  bersama pemerintah dan Bank Indonesia, Banggar sempat memberikan catatan agar pemerintah memasukan utang swasta dalam program pengelolaan utang negara.

"Berkenaan program pengelolaan utang negara, agar ditambahkan kata utang swasta. Jadinya, 'memenuhi kewajiban pemerintah untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan utang pemerintah dan swasta.' Ini merupakan hasil rapat internal Banggar," kata Ketua Banggar Aziz Syamsudin dalam rapat kerja di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu (5/7).

Aziz menyatakan DPR berharap pemerintah dapat memonitor dan menjaga akuntabilitas pengelolaan utang swasta. Selain itu, pemerintah juga didorong untuk meningkatkan koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) untuk mengawasi utang swasta.

Merespons usulan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati protes dengan mengatakan catatan tersebut dapat berbahaya bagi keuangan negara. Alasannya, swasta yang beraktivitas untuk mendapat keuntungan seharusnya menanggung risiko kerugian dari utang yang bersangkutan.

"Ini akan sangat berbahaya terhadap preseden, karena ini dokumen legal dan politik yang bisa jadi alasan bagi siapapun. Karena utang swasta--lalu tidak bisa bayar--nanti bisa klaim ke pemerintah. Karena pemerintah harus memenuhi kewajiban akuntabilitas terhadap pemerintah," kata dia.

(Baca: Korporasi Belum Ekspansi, Utang Swasta Diprediksi Tak Melonjak)

Gubernur BI Agus DW. Martowardojo pun menambahkan, bahwa instansinya sudah menerbitkan regulasi berupa Peraturan BI (PBI) Nomor 16/20/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. Peraturan itu mencakup tiga hal, yakni rasio lindung nilai, rasio likuiditas, dan peringkat utang.

BI mewajibkan lindung nilai (hedging) paling sedikit 25 persen antara aset valuta asing minum kewajiban valas bagi utang luar negeri (ULN) korporasi. Tak cuma itu, sebelum mengantongi ULN, korporasi juga harus mendapatkan peringkat minimum double B minus (BB-) dari lembaga pemeringkat kredit.

Dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, BI juga mewajibkan korporasi untuk memiliki rasio likuiditas minimal 70 persen, yang sudah diterapkan BI sejak 2015.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...