Selain 'Bagi-bagi' Lahan Hutan, Pemerintah Akan Salurkan Kredit
Pemerintah terus menggodok kajian teknis program perhutanan sosial yang bakal diluncurkan Presiden Joko Widodo pada pekan ketiga Juli ini. Program perhutanan sosial bagian dari reformasi agraria era Jokowi berupa pembagian lahan hutan menganggur kepada kelompok masyarakat, rencananya juga akan disertai pemberian fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan pemerintah mengkaji pemberian KUR sebesar Rp 2,4 juta per bulan karena selama ini masyarakat kesulitan mendapat pembiayaan dari perbankan. Persyaratan jaminan kredit seperti surat tanah tak dapat dipenuhi petani yang menggarap lahan bukan miliknya, termasuk hutan.
Pemerintah menentukan jumlah kredit setelah memperhitungkan biaya kehidupan dan pengeluaran petani selama masa tanam. Kajian teknis lintas kementerian juga membahas mengenai sistem pembayaran yang meringankan petani dan tak merugikan perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Ada dua kemungkinan, kalau disuruh bayar langsung bulan pertama kan dia belum meghasilkan. Makanya, kalau sudah panen (saja) baru dibayar," kata Darmin usai pembahasan rapat koordinasi pembahasan program perhutanan sosial di kantor Kemenko, Jakarta, Jumat (7/7).
(Baca: Jokowi Akan “Bagi-bagi” Lahan Perhutani untuk Rakyat)
Direktur PT. Bank Tabungan Negara (BTN) Budi Satria yang mengikuti rapat mengatakan bahwa perbankan BUMN masih perlu mengkaji kondisi lahan sebelum menyalurkan kredit. Sehingga perbankan dapat mengkaji risiko yang mungkin timbul selama masa produksi.
Lewat program perhutanan sosial, Perum Perhutani (Persero) akan meminjamkan lahan hutan menganggur kepada masyarakat selama 35 tahun. Lahan hutan sosial yang dipinjamkan dapat dimanfaatkan kelompok masyarakat atau koperasi untuk keperluan produktif seperti perkebunan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan pihaknya masih menyiapkan lahan hutan menganggur yang dapat dikelola petani dalam program perhutanan sosial. Selama ini kementerian telah bekerja sama dengan lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) atau kelompok masyarakat petani yang mengelola hutan garapan.
“Dari kajian sementara ada lahan yang masih dikelola dan ada yang tidak,” kata Siti. (Baca juga: Pemerintah Bentuk Sekretariat Penanggung Jawab Reformasi Agraria)
Dia mengatakan instansinya perlu memastikan kondisi lahan agar ketika kredit tersalurkan tidak merugikan perbankan ataupun petani. "Harus dilihat dan tanahnya bisa diisi oleh orang lain (yang berbeda) dengan aturan dan pola-pola yang baru yaitu pola kelompok usaha tanam perhutani sosial," kata dia.
Kementerian LHK telah menyiapkan lahan seluas 715 hektar (ha) di Pemalang, Jawa Tengah yang dapat dimanfaatkan untuk bercocok tanam di antaranya jenis sengon dengan jagung, tebu, dan tembakau. Selain itu, lahan di wilayah Teluk Jambe, Karawang seluas 18 ha yang diperkirakan dapat dimanfaatkan 392 kepala keluarga.
Selain mendapatkan kredit, petani akan mendapatkan pelatihan pemasaran dan manajemen lewat kelompok tani. “Pola kelompok ini bisa bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) dan bisa menjual hasil tanam pada swasta," kata Siti.
(Baca juga: Jokowi Bagikan 2.553 Sertifikat Tanah di Tasikmalaya)