Instruksi Dirjen Pajak: Sandera Minimal Satu Penunggak Sehari
Direktorat Jenderal Pajak bakal menggencarkan penyanderaan alias gizjeling untuk memaksa wajib pajak melunasi tunggakannya. Upaya tersebut dilakukan lantaran institusi harus mencari tambahan penerimaan pajak sebesar Rp 20 triliun.
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menjelaskan, dirinya terpaksa mendorong pemeriksaan dan penagihan, termasuk menggencarkan gizjeling lantaran pemerintah dan DPR menyepakati penurunan target pajak dalam anggaran perubahan 2017 hanya sebesar Rp 30 triliun, dari usulan Rp 50 triliun. Maka itu, institusinya harus mencari tambahan Rp 20 triliun.
Menurut Ken, dirinya sudah menginstruksikan 341 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau seluruh KPP untuk melakukan gizjeling minimal satu penunggak pajak sehari. "Dalam rangka memenuhi target penerimaan yang sekarang ditambah Rp 20 triliun, mau tak mau, saya perintahkan semua KPP setiap hari harus ada satu yang disandera," kata dia saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (14/7).
Dengan penambahan target Rp 20 triliun, maka target penerimaan dari pemeriksaan dan penagihan menjadi Rp 79,5 triliun tahun ini. Adapun sepanjang enam bulan pertama 2017, Ditjen Pajak sudah mengumpulkan sebesar Rp 28 triliun. Ini artinya, masih kurang Rp 51,5 triliun.
Meski demikian, Ken menekankan bahwa gizjeling adalah upaya penagihan yang terakhir. Ia juga menerangkan bahwa upaya penegakan hukum (law enforcement) hanya dilakukan terhadap wajib pajak yang kasusnya sudah inkrah. Dengan demikian, data yang digunakan Ditjen Pajak sudah valid dan sudah jelas menunjukkan yang bersangkutan bersalah. "Untuk penuhi target kami tidak ngawur,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji menambahkan, dirinya sudah memiliki data dari amnesti pajak dan pihak ketiga untuk melakukan penegakan hukum. Bahkan, dirinya sudah mendapat laporan mengenai perilaku wajib pajak yang menyimpang, seperti menerbitkan faktur pajak fiktif atau membuat laporan palsu untuk mendapat restitusi.
Adapun dari hasil pengkajian terhadap data amnesti pajak, pihaknya menemukan ada 46,7 ribu peserta yang deviasi antara pajak yang dibayarkan dengan omzetnya tidak berubah. Sebanyak 5.528 di antaranya diduga melakukannya dengan sengaja. "Padahal di data kami, seharusnya berubah. Dari data itu, kami siapkan pegawai (pajak) untuk lakukan pemeriksaan," ujar dia. (Baca juga: Sri Mulyani Bidik Dana WNI Rp 1.000 Triliun, Singapura Siap Kerja Sama)
Ia pun sudah membagi dua tipe wajib pajak yang akan dikejar dalam rangka penegakan hukum. Pertama, yang tidak ikut amnesti pajak. Jika diketemukan ada harta yang belum dilaporkan, maka akan dikenakan denda dua kali lipat. Kedua, wajib pajak yang mengikuti amnesti pajak. Jika ada harta yang masuk kategori tahun pajak 2016 ke depan lalu belum dilaporkan, maka akan dikenakan denda.
Terkait gizjeling, Angin menjelaskan bahwa sepanjang semester I 2017 lalu, pihaknya sudah melakukan gizjeling terhadap 46 wajib pajak. Jumlah itu mendekati target 66 wajib pajak tahun ini. Bahkan, pencapaian itu melebihi realisasi tahun lalu sebanyak 58 wajib pajak. "Ini masih banyak yang kami pro aktif (imbau) ke kanwil (kantor wilayah) di seluruh Indonesia," tutur Angin.
Belakangan, pada 12 Juli lalu, Ditjen Pajak menyandera penanggung pajak berinisial EB di Lapas Salemba, Jakarta. EB merupakan pemegang saham PT. MMKU yang bergerak di bidang pertambangan emas dan perak. Ia memiliki utang pajak sebesar Rp 2,37 miliar. Utang itu berasal dari tagihan pajak penghasilan (PPh) serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sejak 2013 hingga 2016. Namun tak sampai sehari ditahan, yang bersangkutan langsung melunasi tunggakan pajaknya.
Sementara itu, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Yon Arsal menyatakan optimismenya target penerimaan pajak terbaru yang sebesar Rp 1.241,8 triliun bisa tercapai. Caranya dengan mendorong penerimaan dari sektor pertambangan dan penggalian. (Baca juga: DPR dan Pemerintah Sepakat Target Pajak Turun Rp 30 Triliun Tahun Ini)
Penerimaan pajak dari sektor tersebut diklaim sudah tumbuh 50 persen dibanding tahun lalu. Selain itu, pajak dari sektor industri pengolahan juga tumbuh cukup tinggi, yaitu mencapai 15 persen.