BI: Inflasi Pekan Ketiga Juli 0,18%, Terendah di Enam Tahun Terakhir

Desy Setyowati
25 Juli 2017, 20:46
inflasi.jpg
KATADATA/ Arief Kamaludin

Berdasarkan survei Bank Indonesia (BI), inflasi pada pekan ketiga Juli tercatat sebesar 0,18% secara bulanan atau 3,84% secara tahunan. Level inflasi ini terendah dibanding rata-rata inflasi bulan Juli selama enam tahun terakhir.

"Kalau seandainya dibandingkan dengan rata-rata inflasi di Juli selama enam tahun terakhir 0,92% dan sekarang bisa 0,18% ini adalah kondisi yang cukup baik," kata Agus di sela-sala Rapat Kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) dengan Pemerintah di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (25/7).

Hasil survei di pekan ketiga Juli ini lebih rendah dibanding survei pekan pertama dan kedua Juli yang sebesar 0,32% dan 0,24%. Adapun faktor pendorong inflasi yaitu efek lanjutan kenaikan tarif angkutan udara dan angkutan antarkota pada Hari Raya Idul Fitri lalu.

Agus menjelaskan, selama hampir tiga tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, inflasi memang tercatat cukup rendah. Ia pun menyinggung kembali inflasi Juni yaitu saat Ramadan dan Idul Fitri yang hanya 0,69% atau terendah sepanjang tiga tahun terakhir. Rendahnya inflasi seiring dengan terkendalinya harga pangan.

Dengan perkembangan tersebut, ia memperkirakan inflasi hingga akhir tahun bisa di kisaran tiga hingga empat persen. "Kami sebutnya 4% plus minus 1%. Tapi kalau (per pekan ketiga Juli) 3,84 itu kan mengarah di bawah 1% (inflasi 3-4 persen) dan ini kan sudah tujuh bulan (sejak awal tahun), tetap kami harap ini baik ke depan," kata dia.

Sementara itu, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, pemerintah memasang target inflasi sepanjang tahun ini sebesar 4%. Namun, belakangan, pemerintah justru merevisi naik target inflasi menjadi 4,3% dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017. Penyebabnya, ada tantangan dari sisi penyesuaian harga yang diatur pemerintah (administered prices).

Sebelumnya,rendahnya inflasi justru jadi sorotan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sebab, ia menengarai penyebabnya bukan hanya karena pasokan yang melimpah, tapi juga daya beli yang belum pulih. "Saya menganggap ini adalah masih menjadi imbas dari pelemahan ekonomi yang terjadi selama 2014-2016 karena faktor komoditas dan ekspor sehingga imbasnya masih terasa sampai sekarang," ujarnya awal Juli lalu. (Baca juga: BI: Daya Beli Lemah, Konsumsi Masyarakat di Bawah Prediksi)

Maka itu, ia menjelaskan, pemerintah akan fokus pada upaya menjaga daya beli masyarakat terutama yang paling rentan, yaitu 40 persen masyarakat tingkat ekonomi terbawah. Salah satu langkahnya yakni dengan meningkatkan jumlah penerima kartu Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi 10 juta di 2018. Jumlah itu mengalami peningkatan sebanyak empat juta penerima dari tahun ini. (Baca juga: Rencana Jokowi Tambah Penerima Bantuan Tunai Batal Terbentur Anggaran)

Selain itu, pemerintah juga mendorong produktivitas yang dalam jangka panjang diharapkan bisa meningkatkan daya beli masyarakat. "Hampir di seluruh dunia, produktivitas juga mengalami stagnasi,” ujarnya. Untuk menggenjot produktivitas, pemerintah fokus berinvestasi di bidang pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM). Sebab, keduanya dianggap sebagai faktor yang paling dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...