Kementerian BUMN Tolak Divestasi Saham Freeport Lewat Bursa
Pemerintah menolak opsi divestasi saham PT Freeport Indonesia melalui bursa (Initial Public Offering/IPO). Alasannya skema tersebut rawan disalahgunakan seperti yang pernah terjadi tahun 1991.
Ketika itu Freeport melakukan divestasi saham sebesar itu 9,36% melalui IPO. Saham tersebut dibeli oleh PT Indocopper Investama. Namun, setahun kemudian Freeport membelinya kembali melalui Bursa Efek Surabaya.
(Baca: Aturan Terbit, Perusahaan Tambang Bisa Divestasi Saham Lewat Bursa)
Setelah transaksi tersebut, PT Indocopper keluar dari bursa dan saham Freeport tak pernah beredar lagi di pasar modal Indonesia. “Kami tidak mau pengalaman seperti itu," ujar Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (27/7).
Harry mengatakan pemerintah menginginkan skema divestasinya dengan cara Freeport menawarkan sahamnya langsung kepada pemerintah. Hal ini juga sejalan dengan dengan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017.
(Baca: Pemerintah Pastikan Freeport Wajib Divestasi Saham 51 Persen)
Mengenai mekanismenya, menurut Harry, bisa dengan menyetorkan dana ke perusahaan asal Amerika Serikat itu. “Menteri BUMN meminta untuk bagaimana kalau opsinya adalah uangnya dimasukkan ke PT Freeport Indonesia. Jadi mengeluarkan saham baru dibeli oleh pemerintah," kata dia.
Adapun proses divestasi akan dilakukan melalui holding BUMN sektor pertambangan. Holding tersebut terdiri dari PT Indonesia Asahan Aluminium, PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk.
(Baca: Pemerintah Putuskan BUMN Ambil Sisa Saham Divestasi Freeport)
Saat ini, pemerintah hanya memiliki saham Freeport sebesar 9,36 persen. Pemerintah harus memiliki 51 persen saham Freeport untuk bisa menjadi pemegang saham mayoritas. Untuk itu, pemerintah membutuhkan 41 persen saham lagi.