RAPBN 2018, Jokowi Perbesar Dana Bantuan Sosial dan Subsidi
Pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan masih mendapat porsi terbesar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 yang diajukan Presiden Joko Widodo kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di luar itu, anggaran dana bantuan sosial dan subsidi dapat porsi lebih besar pada tahun depan atau setahun menjelang pemilihan presiden 2019.
Dalam pidato pengantar nota keuangan 2018 di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu (16/8), Jokowi mengatakan, belanja negara tahun depan yang direncanakan sebesar Rp 2.204,4 triliun akan diarahkan utamanya untuk pengurangan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Caranya dengan meningkatkan efektivitas program perlindungan sosial, penajaman belanja pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Pengurangan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi memang menjadi salah satu fokus belanja pemerintah pusat tahun depan yang sebesar Rp 1.443,3 triliun atau 65,5% dari total belanja negara.
Upaya itu dilakukan lewat beberapa program, antara lain penambahan penerima manfaat Program Keluarga Harapan menjadi 10 juta keluarga dari sebelumnya 6 juta keluarga dan penerima Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) yang skemanya diubah dari pembagian beras sejahtera (rastra).
“Pemerintah mengalihkan penyaluran bantuan pangan rastra menjadi bantuan pangan nontunai dan akan diperluas penerima manfaatnya,” kata Jokowi.
Upaya lainnya adalah penambahan penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan sebanyak 92,4 juta orang dan program Indonesia Pintar yang menyasar 19,7 juta siswa dan 401.500 mahasiswa. Selain itu, alokasi bantuan operasional sekolah yang menjangkau 262.100 sekolah umum dan madrasah.
Perluasan penerima sejumlah program tersebut tercermin dari peningkatan anggaran Kementerian Sosial pada tahun depan sebesar Rp 34 triliun, atau naik hampir dua kali lipat dari anggaran tahun ini yang mencapai Rp 17,2 triliun.
Secara keseluruhan, pemerintah menganggarkan program penanggulangan kemiskinan dan dukungan masyarakat berpendapatan rendah sebesar Rp 292,8 triliun. Anggaran itu terdiri dari subsidi di luar subsidi pajak Rp 161,6 triliun; Program Keluarga Harapan Rp 17,3 triliun, dan Program Indonesia Pintar Rp 10,8 triliun.
Selain itu, anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi warga miskin sebesar Rp 25,5 triliun; bantuan pangan Rp 13,5 triliun; bidik misi Rp 4,1 triliun; serta dana desa Rp 60 triliun.
Di sisi lain, pemerintah juga tetap mengalokasikan subsidi harga Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik, pupuk, subsidi bunga untuk kredit usaha rakyat (KUR) dan perumahan, serta pelayanan publik. “Tujuannya untuk menjaga inflasi dan mempertahankan daya beli masyarakat,” ujar Jokowi.
Dalam RAPBN 2018, anggaran subsidi energi mencapai Rp 103,4 triliun, meningkat 15,4% dibandingkan alokasi tahun ini. Sedangkan subsidi nonenergi direncanakan sebesar Rp 69 triliun atau turun 12,6% dibandingkan tahun ini.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kenaikan subsidi energi ini karena pemerintah ingin menjaga daya beli masyarakat dan mengendalikan inflasi yang ditargetkan 3,5%. Dengan begitu, konsumsi rumah tangga dapat tumbuh di atas 5% yang berujung pada pencapaian target pertumbuhan ekonomi tahun depan sebesar 5,4%.
Namun, Analis Mira Asset Sekuritas Franky Rivan menduga bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo akan meningkatkan subsidi energi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pilpres 2019. Dugaan itu berdasarkan kajiannya sejak tahun 2005, dimana anggaran subsidi cenderung meningkat pada tahun-tahun menjelang pemilu.
Contohnya, pada saat Susilo Bambang Yudhoyono hendak mencalonkan diri lagi sebagai Presiden dalam Pilpres tahun 2009. Setahun sebelumnya, anggaran subsidi melonjak 91% secara tahunan menjadi Rp 223 triliun pada 2008.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan Hendrawan Supratikno tidak mempersoalkan kenaikan anggaran subsidi tahun depan. "Ini kan (subsidi naik) untuk masyarakat, supaya makmur. Kalau (anggaran) infrastruktur serahkan saja ke swasta dan BUMN," katanya.