Tonny Budiono, Pejabat Berprestasi yang Akan Jalani Pensiun di Penjara
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono, 59, tinggal menunggu satu tahun untuk menginjak masa pensiun. Tonny yang telah bekerja selama 31 tahun di Kementerian Perhubungan akan memasuki masa pensiun atau usia 60 tahun di 2018.
Sayangnya, Tonny akan menghabiskan sebagian masa pensiunnya di penjara. Komisi Pemberantasan Korupsi menjadikan Tonny tersangka dengan dugaan telah menerima suap dari berbagai pihak mencapai Rp 20,07 miliar. Bukti suap yang paling besar yang pernah ditangani KPK.
Dari tempat tinggal Tonny, KPK mengumpulkan uang tunai senilai Rp Rp 18,9 miliar dalam aneka jenis mata uang yang disimpan dalam 33 tas. Selain itu sekitar Rp 1,174 miliar dari rekening bank.
(Baca: Terima Suap Rp 20 Miliar, Dirjen Hubla Klaim untuk Biaya Operasional)
Tonny mengatakan uang yang dia kumpulkan bukanlah untuk persiapan masa pensiun. Dia mengatakan uang yang dikumpulkan tersebut merupakan uang terima kasih dari para kontraktor, yang digunakan untuk berbagai kegiatan operasional dan sosial.
"Itu kan untuk operasional saya, tapi itu melanggar peraturan. Jadi saya atas nama pribadi memohon maaf kepada masyarakat banyak. Mudah-mudahan ini tidak terulang kembali kepada pengganti saya nanti," kata Tonny.
Uang resmi yang dimiliki Tonny dari pekerjaannya pun sebenarnya lebih dari cukup untuk membiayai hidup. Total harta kekayaan yang dilaporkan pada Agustus 2016 kepada negara sebesar Rp 2,7 miliar.
Hartanya itu terdiri atas tanah dan bangunan di Tangerang Selatan senilai Rp 559 juta. Selain itu dia memiliki dua mobil, yaitu Toyota Yaris dan Toyota tahun 1975, serta logam mulia dan simpanan giro.
Tonny memulai karir di Kementerian Perhubungan sejak 1986 setelah lulus dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta, jurusan Teknik Geodesi.
(Baca: Dirjen Perhubungan Laut Diduga Terima Suap Aneka Izin Rp 20 Miliar)
Puncak karirnya saat Mei 2016 Tonny diangkat sebagai dirjen perhubungan laut oleh Ignasius Jonan yang ketika itu menjabat menteri perhubungan. Tonny menggantikan Bobby R. Mamahit yang tersandung kasus dugaan korupsi pembangunan Diklat Pelayaran di Sorong, Papua Barat yang ditangani KPK.
Penunjukkan Tonny ketika itu bukan tanpa alasan. Tonny menunjukkan prestasi dalam kasus pencarian black box atau kotak hitam dalam insiden jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501 di perairan perairan Selat Karimata menjelang akhir tahun 2014 lalu.
Tonny yang menjadi Koordinator Tim Operasi SAR di Kapal KN Jadayat berhasil menemukan kotak hitam pesawat. Prestasi Tonny dan tim mendapat apresiasi dari berbagai pihak.
Setelah prestasinya itu, Jonan pun mengangkat Tonny sebagai Staf Ahli Bidang Logistik, Multimoda, dan Keselamatan Transportasi pada 2015. Dia bertugas memberi telaahan kepada dalam bidang logistik, multimoda, dan keselamatan. Atas loyalitas bekerja, Tonny pun pernah dianugerahi penghargaan Satya Lencana Karya Satya pada 2010 atas apresiasi bekerja selama 20 tahun. Kemudian pada 2016, dia pun mendapat penghargaan yang sama atas kontribusi bekerja selama 30 tahun.
(Baca: Pejabat Ditjen Perhubungan Laut Ditangkap KPK, Menhub Minta Maaf)
Setelah menjabat dirjen, Tonny kerap berteriak memberantas pungli dan korupsi. Tonny aktif dalam Satuan Tugas (Satgas) Operasi Pemberantasan Pungli untuk mengawasi pelayanan publik agar bebas dari pungutan liar.
Satgas hasil kerjasama Kementerian Perhubungan dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
“Saya berharap segenap jajaran Ditjen Hubla berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh masyarakat pengguna jasa transportasi laut dengan penuh tanggungjawab, jujur, transparan, dan tetap berpedoman pada prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang bersih (good governance),” kata Tonny dalam siaran pers Kementerian Perhubungan, Oktober 2016.
Dalam berbagai kesempatan, Tonny kerap menyuarakan gerakan antipungli. "Selama saya jadi dirjen, masalah pungli akan saya habisi," kata Tonny ketika rapat di Komisi V DPR.
Rupanya, Tonny hanya mampu bersuara antipungli dan antikorupsi, namun tak tahan godaan menerima suap puluhan miliar di masa satu tahun menjabat sebagai dirjen.