Wawancara Khusus Jonan: Prinsip Presiden, Freeport Tak Bisa Ditawar
PT Freeport Indonesia akhirnya menyepakati lima poin terkait kelanjutan operasional dan izin pertambangannya di Papua. Kesepakatan itu dicapai setelah melalui proses negosiasi yang panjang dengan pemerintah sejak Februari lalu. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menegaskan, kesepakatan itu sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo.
Kesepakatan itu meliputi perubahan Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), divestasi 51% saham Freeport Indonesia kepada Indonesia, pembangunan smelter paling lambat beroperasi Oktober 2022, peningkatan penerimaan negara dibandingkan masa Kontrak Karya (KK), serta perpanjangan masa operasi Freeport maksimal 2 kali 10 tahun hingga 2041.
(Baca: Negosiasi Selesai, Freeport Sepakati 5 Poin Sesuai Instruksi Jokowi)
Menurut Jonan, kesepakatan itu telah dicapai pada Minggu (27/8) lalu, saat dirinya sebagai Ketua Tim Perundingan Pemerintah bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan CEO Freeport McMoran Richard Adkerson. Sehari kemudian, Senin (28/8), Jonan melaporkan hasil tersebut kepada Jokowi.
Jonan mengaku intensif membahas dan melaporkan perkembangan proses negosiasi kepada Jokowi. Selama enam bulan proses negosiasi, dia mencatat 20 kali melapor kepada Presiden.
Saat wawancara khusus dengan Katadata di kantornya, Jumat (25/8),atau dua hari sebelum tercapainya kesepakatan dengan Freeport, Jonan juga mengindikasikan proses negosiasi tersebut sudah hampir rampung. “Mudah-mudahan sebentar lagi,” katanya. “Isunya begini, Freeport bingung karena takut harga saham turun.”
Berikut ini petikan wawancara tim Katadata dengan Jonan selama 1,5 jam lebih soal liku-liku negosiasi Freeport. Adapun materi wawancara mengenai sektor hulu minyak dan gas bumi akan dituliskan terpisah.
Bagaimana proses negosiasi dengan Freeport?
Prinsip Presiden jelas soal Freeport. Boleh diberikan perpanjangan kontrak sesuai peraturan, tapi bangun smelter dalam lima tahun. Hal itu tidak bisa ditawar. Kalau tidak mau, ya sudah.
Selain itu, Freeport harus mendivestasikan 51 persen sahamnya. Untuk kedua hal ini, Freeport sudah mau. Yang belum mau itu cara divestasinya dan kapan prosesnya. Mau langsung 51 persen atau pelan-pelan? Masalah ini sedang dirundingkan. Jika caranya berbeda, maka secara ekonomis dampaknya pun signifikan.
Selanjutnya Freeport minta sistem pajaknya boleh enggak naildown (sistem pajak tetap dan tidak berubah jika ada aturan baru)? Kami sepakat selama lebih besar dari prevailing (tarif bisa berubah dari waktu ke waktu). Hal ini akan dibicarakan dengan Kementerian Keuangan.
Freeport meminta naildown karena khawatir adanya pungutan baru di daerah, seperti pajak air?
Kalau pajak daerah itu berunding dengan daerah. Tidak bisa dengan pusat semata. Karena kan ada otonomi khusus, ada UU Otonomi Daerah. Dulu tidak ada. Lalu Freeport menyatakan, itu berarti tidak ada kepastian. Pertanyaannya, apa mau kita kembali ke zaman otoriter (seperti dulu?)
Saat ini, kenapa kami masih mau duduk dan berunding, karena Freeport itu sudah 50 tahun di sini sejak 1967. Sebelum ada investor asing yang besar datang ke Indonesia, Freeport sudah masuk duluan. Kita ingat itu. Kalau tidak ada urusan 50 tahun itu mungkin (kontrak Freeport) sudah “selesai”(tamat) dari dulu.
Mengenai divestasi saham, apakah pemerintah menginginkan langsung 51 persen?
Kami fleksibel, maunya Freeport bagaimana dan kami mau dengar. Dia sendiri juga bingung kok.
Apakah lama proses negosiasinya tidak dibatasi?
Mudah-mudahan sebentar lagi, batasnya selesai. Isunya begini, Freeport bingung karena takut harga sahamnya turun. Itu tipikal listed company yang global.
Bagaimana skema divestasi sahamnya, lewat IPO atau diserahkan ke BUMN?
Nanti akan dirundingkan.
Apakah valuasi harga saham Freeport terkait divestasi juga menghitung cadangan tambangnya?
Tidak. Kalau itu jelas. Di aturan, bisa baca konstitusi UUD 1945 Pasal 33. Di situ disebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara. Jadi, valuasi itu sebatas valuasi izin, opportunity, cashflow ke depan, tapi bukan itu (cadangan). Freeport memang kadang ngotot. Termasuk soal itu (valuasi berdasarkan cadangan). Ya ubah dulu saja konstitusinya.