Survei: Elektabilitas Jokowi Stagnan, meski Kinerjanya Dinilai Membaik
Kinerja pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai aspek, tidak berpengaruh besar dengan tingkat kepuasan, kepercayaan publik dan elektabilitas sejak setahun terakhir.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, evaluasi publik yang semakin membaik dalam setahun terakhir idealnya mendorong tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi yang semakin tinggi. Namun, hal tersebut tidak terlihat dalam survei yang dilakukan Indikator.
"Saat ini dibandingkan temuan Agustus 2016 yang lalu, tampak hanya mendorong pada konsolidasi kelompok warga yang puas atas kinerja Presiden Jokowi," kata Burhanuddin di kantornya, Jakarta, Rabu (11/10).
(Baca: SMRC: Kans Jokowi Menang Pilpres 2019 Lebih Baik Dibanding SBY di 2009)
Berdasarkan survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia, tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi pada September 2017 mencapai 68,3% atau tidak berbeda saat survei pada Agustus 2016 sebesar 68%. Tingkat kepercayaan publik kepada Jokowi pada September 2017 mencapai 72,6%, sementara pada Agustus 2016 sebesar 74%.
"Dibandingkan dengan temuan Agustus 2016 yang lalu, kepuasan kinerja Presiden Jokowi relatif stabil. Begitu juga tingkat keyakinan publik atas kemampuan Jokowi memimpin," kata Burhanuddin.
Survei dilaksanakan pada 17-24 September 2017 menggunakan metode multistage random sampling dengan 1.220 responden di seluruh wilayah Indonesia. Margin of error sekitar 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95%. Quality control dilakukan secara random terhadap 20% dari total sampel.
(Baca: Survei CSIS: Kepuasan Publik Pada Jokowi-JK Naik Terus Jadi 68,3%)
Selain itu, Burhanuddin juga menilai jika perbaikan kinerja pemerintahan dalam setahun terakhir tak berdampak pada tumbuhnya tingkat elektabilitas Jokowi. Berdasarkan hasil survei Indikator melalui simulasi daftar nama, tingkat elektabilitas Jokowi pada September 2017 mencapai 47,3%. Angka itu naik tipis dari 46,7% dari Agustus 2016.
"Dibanding Agustus tahun lalu pula, dukungan terhadap Jokowi dalam simulasi daftar nama relatif stagnan," kata Burhanuddin.
Burhanuddin menyatakan, isu-isu politik identitas yang kerap dihembuskan menjadi salah satu penyebab terhambatnya peningkatan dukungan terhadap Jokowi. Berdasarkan survei Indikator, masih ada 6% responden yang berpendapat jika anti Islam dan 5% responden menganggap Jokowi memusuhi Islam.
(Baca: Elektabilitas Jokowi Tak Capai 50%, Publik Tunggu Calon Alternatif)
Adapula 8% responden yang menganggap Jokowi melindungi kelompok komunis. Selain itu, 11% responden menganggap jika Jokowi lebih memihak kelompok Tionghoa dan 6% responden berpendapat jika Jokowi merupakan keturunan Tionghoa.
Meski umumnya publik tidak percaya pada isu politik identitas yang disematkan terhadap Jokowi, dukungan terhadap Jokowi tampak mengalami tekanan serius oleh kelompok yang percaya. Alhasil, perbaikan kinerja dalam setahun terakhir tampak baru bisa mengkompensasi efek negatif atas isu-isu yang sebagian besar publikpun tidak meyakininya.
"Ke depan, konstelasi politik akan semakin memanas. Jika isu-isu sensitif tersebut tidak bisa diredam, maka energi yang mungkin jauh lebih besar lagi harus dikeluarkan," kata Burhanuddin.