Pengusaha : Fleksibilitas Harga Beli 20% Sebabkan Harga Beras Mahal

Michael Reily
9 Mei 2018, 19:04
Pasar Induk Beras Cipinang
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Sejumlah calon pembeli memilih beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta, Senin (7/8).

Kebijakan pemerintah memberlakukan fleksibilitas 20% pada Harga Pembelian Pemerintah (HPP)  Bulog diduga menjadi penyebab tingginya harga gabah dan beras di tingkat produsen. Aturan peningkatan harga beli dari HPP gabah sebesar Rp 3.700 per kilogram dan beras Rp 7.300 per kilogram telah menyebabkan psikologis pasar ikut terdorong.

Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Soetarto Alimoeso menjelaskan kebijakan peningkatan fleksibilitas 20% pada 12 Februari 2018  diperkirakan telah memicu kenaikan harga gabah dan beras beberapa waktu lalu. “Fleksibilitas  membentuk keseimbangan harga baru,” kata Soetarto kepada Katadata, Rabu (9/5).

Harga beli Bulog sebesar Rp 8.760 per kilogram dinilai terlalu tinggi untuk bisa dijual dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 9.450 per kilogram. Perbedaan harga sekitar Rp 700 masih  pun menurutnya  terlalu minim, mengingat distribusi beras harus melewati rantai pasok pengepul dan distribusi ke penjualan retail.

(Baca : Harga Beras Tinggi, Penyerapan Bulog Mulai Melambat)

Psikologis pasar yang dimaksud Soetarto adalah HPP yang tinggi terlanjur membentuk harga di tingkat produsen. Sehingga, dia menyarankan fleksibilitas harga pembelian pemerintah kembali diturunkan jadi 10% agar harga beras kembali  stabil.

Harga beras  yang mulai stabil salah satunya disebabkan oleh tingkat serapan Bulog yang mulai melambat. Menurutnya, batas aman serapan seharusnya sebesar 10% dari hasil produksi petani, tapi Bulog hanya mampu menyerap sekitar 2%-5%. Di sisi lain,  para pedagang memperebutkan 95%  hasil produksi gabah untuk menghadapi musim paceklik setelah panen. “Pengusaha berebut untuk stok penggilingan beras sampai akhir tahun,” ujar Soetarto.

(Baca : Bulog Salurkan 400 Ribu Ton Beras Hingga Lebaran)

Direktur Pengadaan Bulog Andrianto Wahyu Adi menyebutkan, fleksibilitas dari HPP sebesar 20% meningkatkan kemampuan serap Bulog jadi sekitar 20 ribu ton sampai 22 ribu ton per hari. Sementara fleksibilitas 10%, Bulog hanya bisa membeli beras sejumlah 13 ribu sampai 15 ribu ton per hari. “Fleksibilitas 10% sudah berlaku sejak 24 Maret,” ujarnya.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengungkapkan meski panen raya sudah berlangsung, harga beras dan gabah masih tinggi karena hasil produksi tahun 2017 yang minim. Menurutnya, produksi yang minim juga menjadi patokan harga pada 2018. Alhasil, pemerintah pun harus melakukan impor beras untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjaga stabilitas harga. 

Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...