Defisit Perdagangan Komoditas Pangan Mengkhawatirkan

Michael Reily
18 Mei 2018, 14:18
sawah
ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya
Petani melintas dilahan pertanian kawasan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (16/3). Menurut Kementerian Pertanian (Kementan) melimpahnya produksi padi di Jabar pada tahun 2016 memberikan kontribusi besar menjadikan Indonesia mengekspor beras sebanyak 43,7 persen dan tidak lagi mengimpor beras, untuk meningkatkan produksi padi jabar tahun 2017 Kementan menambah target tanam periode tanam Oktober 2016 hingga Maret 2017 menjadi 1.552.041 hektar.

Defisit perdagangan komoditas pangan mulai  menyimpan kekhawatiran, karena jumlah  impornya yang terus meningkat. Di sisi lain, produksi komoditas pangan juga mulai dipertanyakan lantaran tak sesuai target yang ingin dicapai pemerintah sehingga ekspor menurun.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia periode  April 2018 mengalami defisit sebesar US$ 1,63 miliar.  Total impor per April 2018  tercatat sebesar US$ 16,09 miliar,  terbesar dalam 3 tahun terakhir. Sedangkan di sisi lain, data ekspor yang  justru  merosot menjadi US$ 14,47 miliar.

Salah satu peningkatan terbesar terletak pada impor barang konsumsi yang bersumber komoditas pangan. BPS mencatat,  secara bulanan (month to month)  kenaikan impor barang konsumsi sebesar 25,86% dan secara tahunan (year on year) kenaikannya mencapai sebesar 38,01%.

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyebut defisit neraca perdagangan komoditas pangan mulai mengkhawatirkan karena angkanya terus meningkat dalam tiga tahun terakhir.

Menurut catatannya, defisit neraca perdagangan komoditas pangan terus melonjak sejak 2015 hingga 2017. Kenaikannya dari US$ 9,9 juta menjadi US$ 10,2 juta dan terus meningkat ke angka US$ 10,8 juta. Sementara itu, menurutnya ekspor kelapa sawit juga cukup tergerus besar dalam sektor pertanian.

Secara volume, Dwi juga menyebut, impor tujuh komoditas utama seperti beras, jagung, kedelai, gandum, gula tebu, ubi kayu, dan bawang putih  mengalami kenaikan  dari 21,7 juta ton pada 2016 menjadi 25,2 juta ton pada 2017. Ketujuh komoditas pangan  impor yang jumlahnya di atas 200 ribu ton per tahun.

Sementara itu, dia juga pun menilai target  swasembada pemerintah tidak tercapai. “Ada masalah dalam pernyataan produksi surplus besar,  sebab faktanya semua terbalik,” kata Dwi kepada Katadata, Jumat (18/5).

(Baca : Impor Beras Ditambah Lagi, Petani Pertanyakan Data Produksi Kementan)

Dengan data tersebut, menurutnya  Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah semestinya mulai mengevaluasi  program peningkatan produksi milik Kementerian Pertanian. Alasannya, pangan merupakan salah satu penyumbang inflasi terbesar. “Dana pertanian pemerintah terus melonjak, tapi hasilnya nihil,” ujar Dwi.

Halaman:
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...