Pengusaha Minta Pengendalian Barang Impor Tak Menyasar Bahan Baku

Image title
Oleh Ekarina
16 Agustus 2018, 15:54
industri makanan dan minuman
ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Proses produksi industri makanan dan minuman di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, Rabu (13/9/2017).

Pemerintah diminta berhati-hati dalam menerapkan kebijakan pengendalian impor dengan mengevaluasi 500 komoditas yang bisa diproduksi di dalam negeri. Jika tak berhati-hati, hal tersebut dikhawatirkan justru bisa menjadi bumerang bagi pertumbumbuhan industri dalam negeri.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan pada prinsipnya pengusaha tidak sepakat dengan pembatasan impor, terutama jika kebijakan itu mencakup barang baku dan barang modal. Termasuk juga terkait rencana penerapan pajak penghasilan (Pph) impor 7,5% untuk barang-barang yang berhubungan barang konsumsi maupun bahan baku.

Advertisement

Sebab, kebijakan tersebut diperkirakan bisa mengganggu kelangsungan industri. Apalagi untuk makanan minuman yang memiliki sumbangan sekitar 30% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)industri non-migas.

"Menurut kami barang konsumsi saja yang dikurangi asalkan tersedia di dalam negeri," kata Adhi kepada Katadata, Kamis (16/2).

(Baca : Tekan Defisit Dagang, Pemerintah Evaluasi 500 Komoditas Impor)

Dia menuturkan, industri makanan minuman saat ini memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap bahan baku impor karena tak banyak tersedia di dalam negeri. Sebagai contoh, untuk  komoditas  bahan baku terigu yang  100% masih mengandalkan impor, kemudian gula industri 100% juga masih impor. Belum lagi garam yang ketergantungan impornya yang mencapai 70%, susu 80% dan kedelai 70%.

"Jika dilakukan tanpa persiapan, industri akan terancam," ujarnya.

Karena itu dia berharap, pemerintah harus memikirnya dampaknya terhadap industri makanan minuman. Bahkan dia pun berharap, industri pengolahan makanan minuman bisa didorong sebagai lokomotif sektor manfaktur sambil dipersiapkan dari sisi hulunya.

Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara juga mengungkapkan hal senada. Menurutnya, pemerintah harus berhati-hati dan selektif dalam mengidentifikasi komdoitas impor yang  dapat disubtitusi di dalam negeri. Sebab, jika pengendalian komoditas impor dilakukan secara general dan menyaasar barang konsumsi, maka dikhawatirkan dapat berdampak langsung terhadap konsumen.

"Sehingga ada dua dampak yang bisa ditimbulkan, yaitu inflasi dan dampaknya ke pedagangan kecil sehingga menyebabkan usahanya makin sulit dan berakibat pada berkurangnya lapangan kerja," ujarnya kepada Katadata.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement