DBS: Jokowi Unggul tapi Isu Ekonomi Bisa Persempit Elektabilitas

Hari Widowati
15 Februari 2019, 08:51
IED 2019
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ekonom DBS menilai Pemilu 2019 bersifat netral terhadap prospek pertumbuhan ekonomi dan menciptakan stabilitas pemerintahan.

Beberapa survei menunjukkan Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) masih lebih unggul dibandingkan pesaingnya, Prabowo Subianto. Namun, kondisi ekonomi yang lemah diperkirakan dapat mempersempit selisih elektabilitas Jokowi dan Prabowo.

Pakar Ekonomi DBS Group Research Masyita Crystallin mengatakan, beberapa jajak pendapat terbaru pada periode 18 Oktober 2018 hingga 19 Januari 2019 menunjukkan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin masih memimpin dengan selisih sekitar 20%. Angka tersebut masih cukup lebar dibandingkan dengan hasil Pemilu 2014 di mana Jokowi meraih suara 53,15% sedangkan Prabowo mendapatkan 46,85% sehingga selisihnya hanya 7%.

Dari sisi partai koalisi, Jokowi memiliki elektabilitas legislatif lebih tinggi, yakni 53,6% dari sembilan partai yang ada di dalam Koalisi Indonesia Kerja. Adapun Prabowo dengan empat partai yang menjadi anggota Koalisi Adil Makmur memiliki elektabilitas legislatif 27,3%.

Hal ini berbeda dengan Pemilu 2014 di mana koalisi Jokowi yang terdiri atas lima partai mendapatkan 36,5% kursi di parlemen sedangkan Prabowo dengan tujuh partai meraih 63,54% kursi. Meski demikian, DBS menilai tidak ada korelasi antara Pilpres dan Pemilu Legislatif (Pileg) sebagaimana di 2014.

Menurut Masyita, Pemilu 2019 bersifat netral terhadap prospek pertumbuhan ekonomi dan menciptakan stabilitas pemerintahan. Namun, ada beberapa hal yang patut diperhatikan.

"Setelah bertahun-tahun menjalankan reformasi untuk meningkatkan daya saing dan pertumbuhan jangka panjang melalui pembangunan infrastruktur, reformasi pajak, dan reformasi subsidi bahan bakar, kami berharap reformasi yang sama akan berlanjut, terlepas dari hasil Pemilu," ujar Crystallin dalam risetnya.

Hal lain yang belum ditangani termasuk menghidupkan kembali sektor manufaktur berorientasi ekspor, yang diperlukan untuk pertumbuhan jangka panjang lebih tinggi. Selain itu, pemerintahan baru akan menghadapi tantangan menurunkan defisit neraca berjalan yang terus melebar dan meningkatkan nilai ekspor komoditas.

(Baca: Impor Pangan dan Utang Diramal Jadi Isu Utama Debat Capres Putaran Dua)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...