Investor Institusi BUMN Paling Optimistis Ekonomi Global dan Nasional

Happy Fajrian
19 Februari 2019, 20:50
Potensi Pasar Modal
ANTARA FOTO/Agung M Rajasa

Hasil survei Katadata Investor Confidence Index (KICI) menunjukkan bahwa kondisi ekonomi global menjadi perhatian investor institusi di Indonesia. Dari 172 responden investor institusi yang disurvei, sebagian besar
menyatakan bahwa mereka khawatir dengan perkembangan ekonomi global yang akan mempengaruhi kondisi pasar modal Indonesia sehingga mempengaruhi keputusan investasi mereka.

Sebanyak 40,1% responden menyatakan mereka khawatir terhadap perkembangan ekonomi global, mengalahkan kekhawatiran terhadap risiko pasar modal lainnya yaitu faktor keamanan dalam negeri 20,3%, politik dalam negeri 25,6%, serta geopolitik internasional 9,9%. Kondisi perekonomian dalam negeri menjadi urutan buncit terkait risiko yang mempengaruhi kondisi pasar modal yaitu hanya 4,1%.

Investor dari insitusi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi kelompok investor yang paling optimis terhadap kondisi perekonomian global serta nasional untuk saat ini hingga tiga bulan kedepan, dibandingkan dengan investor dari perusahaan swasta nasional, maupun perusahaan asing/joint venture (JV).

(Baca: Investor Khawatirkan Risiko Perekonomian Global Terhadap Pasar Modal)

Kendati khawatir, 36,05% investor meyakini kondisi perekonomian global saat ini biasa saja, artinya tidak baik dan juga tidak buruk, dan sebanyak 33,72% responden menilai kondisi ekonomi global saat ini baik. Kekhawatiran tersebut terutama bersumber dari 29,65% responden yang menganggap kondisi ekonomi global saat ini buruk.

Menurut panel ahli Katadata Insight Center (KIC), Damhuri Nasution, perkembangan ekonomi global menjadi faktor yang cukup berpengaruh terhadap ekonomi nasional, terutama dari sisi pertumbuhan ekonomi dan pergerakan
nilai tukar rupiah terhadap sejumlah mata uang utama dunia, terutama dolar Amerika Serikat (AS).

Perang tarif antara AS dan Tiongkok, misalnya. Konflik dagang ini tidak hanya melukai perekonomian kedua negara yang terlibat, tetapi seluruh dunia ikut merasakan dampak perang dagang terhadap perekonomiannya, dan efeknya pun ikut merambat ke Indonesia. Pasalnya baik AS maupun Tiongkok merupakan rekan dagang utama Indonesia.

Tidak hanya itu, normalisasi kebijakan moneter (quantitative easing) AS dengan kenaikan suku bunga acuannya turut membuat nilai tukar mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia, melemah cukup signifikan.

"(Pada) 2018 ada gejolak di pasar keuangan, bisa dilihat dari pelemahan nilai tukar, penurunan IHSG. Semua itu disebabkan oleh faktor global," kata Damhuri beberapa waktu lalu.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...