Saatnya Indonesia Beralih dari Ekspor Komoditas
KATADATA ? Harga komoditas di pasar internasional terus mengalami penurunan. Mulai dari batu bara, minyak sawit dan minyak mentah. Harga barang-barang komoditas yang semula di atas US$ 100, telah menurun hingga berada di level US$ 60 per ton untuk batu bara dan US$ 70 per ton untuk minyak sawit. Hanya, harga minyak mentah yang masih tetap tinggi di kisaran US$ 110 per barel.
Sebagai negara yang berpangku pada ekspor produk-produk komoditas, Indonesia terpukul oleh penurunan harga barang-barang sumber daya alam tersebut. Tekanan itu telah berujung pada neraca perdagangan lantaran nilai ekspor Indonesia telah menurun akibat harga-harga komoditas merosot.
Akibatnya, transaksi berjalan mengalami defisit. Bahkan, nilai defisit transaksi berjalan terus membengkak. Pada Maret 2013, defisit transaksi berjalan telah mencapai US$ 8 miliar. Tekanan terhadap transaksi berjalan tersebut kemudian berimplikasi pada nilai tukar rupiah sehingga cenderung melemah.
Padahal, stabilitas nilai tukar rupiah sangat penting untuk menjaga kepercayaan dalam menjalankan perekonomian Indonesia seperti sekarang ini, di tengah tantangan perekonomian global yang cukup berat.
Kondisi sekarang, bahkan berbeda dengan pasca krisis finansial global pada 2008. Pada saat itu, kurs rupiah melemah hingga level Rp 12.500 per US$ pada Januari 2008. Namun, sejak saat itu hingga Januari 2012, Indonesia tetap mengalami surplus neraca berjalan, pertumbuhan China menjulang dan Indonesia juga menikmati booming harga komoditas. Tak mengherankan jika nilai tukar rupiah kemudian terus menguat hingga level 8.500 pada pertengahan 2011.
Namun, kondisi tersebut tidak berlaku lagi pada masa sekarang, bahkan sejak Januari 2011, ketika Indonesia menghadapi sejumlah persoalan dan tantangan berat. Di antaranya, masalah defisit transaksi berjalan, pertumbuhan ekonomi China yang mulai melambat, serta persoalan harga komoditas yang terus merosot. Tak pelak, kurs rupiah pun ikutan loyo hingga melewati angka psikologis pada 10.000 per US$ pada akhir Juni.
Perlambatan ekonomi China tersebut tentu saja akan berdampak langsung terhadap Indonesia. Penyebabnya, China merupakan mitra dagang utama yang mampu menampung rata-rata 10 persen dari total nilai ekspor Indonesia. Bahkan, saat perekonomian China terus menguat dalam tiga tahun terakhir, permintaan ekspor dari Indonesia juga ikut terdongkrat.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.