Inovasi Teknologi Eksplorasi untuk Jaring Investasi

Aria W. Yudhistira
18 Juni 2015, 12:22
No image
KATADATA

KATADATA ? Katadata baru-baru ini menurunkan artikel menarik tentang perlunya Indonesia melakukan lebih banyak eksplorasi untuk menarik investor minyak dan gas bumi (migas). ?Kelemahan utama kita adalah tidak tahu daerah yang berpotensi memiliki cadangan minyak," kata Ketua Komite Eksplorasi Nasional Andang Bachtiar. ?Yang tahu biasanya orang asing jadi mereka yang tahu informasi itu.?

Pernyataan ini tidak menjelaskan mengapa masih banyak perusahaan migas internasional (IOC) yang mengebor lubang kering. Memang telah banyak penemuan pada perangkat dan teknik eksplorasi, dan tak sedikit penemuan itu yang kemudian mengalami penyempurnaan. Namun biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk melakukan eksplorasi tetap mahal dan berisiko.

Selama ini, industri E&P sangat bergantung pada teknologi geofisika dalam menemukan cadangan migas. Meski sangat canggih dan efektif, teknologi ini tetap memiliki batasan. Ini yang menyebabkan inovasi-inovasi baru di dalam teknologi eksplorasi sangat minim dibandingkan dalam kegiatan ekstraksi.

Dalam mencari cadangan migas, baik di daratan maupun lautan, biasanya dilakukan dengan survei geofisika, termasuk gravitasi, magnetik, radiasi, survei seismik 2D dan 3D. Kedua medan ini memiliki kendala masing-masing. Di daratan, banyak wilayah yang ditutupi oleh kanopi dengan medan yang sangat bergelombang.

Sedangkan kondisi lautan tidak pernah stabil dan senantiasa berubah sepanjang tahun. Ini ditambah dengan kerumitan lainnya, seperti sulitnya akses, kesulitan geologis yang membuat seismik tidak bisa melihat lantaran dasar yang curam, garam, deposit pra-garam, basal yang tidak bisa ditembus oleh gelombang seismik.

Kondisi-kondisi ini yang menyebabkan biaya eksplorasi menjadi mahal dan berisiko bagi investor. Makanya, mereka berupaya untuk meminimalisasi risiko dana eksplorasi. Ini pula yang menyebabkan investasi dalam eksplorasi migas di Indonesia sangat rendah. Hanya dengan menghilangkan risiko eksplorasi, kemacetan tersebut dapat dihindari.

Nah, apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk membantu investor?

Akibat minimnya kegiatan eksplorasi, pemerintah masih kesulitan untuk memberikan informasi kepada perusahaan. Oleh karena itu, perlu katalis untuk memberikan insentif kepada perusahaan eksplorasi yang mau berinvestasi, terlepas dari sedikitnya ketersediaan data.

Selama ini, perusahaan ibarat menghadapi dilema ayam dan telur. Di satu sisi kegiatan eksplorasi menciptakan risiko yang besar, tapi ini berpotensi memberikan keuntungan jika berhasil. Di Indonesia, keuntungan serta penggantian biaya eksplorasi tersebut hanya dapat dilakukan jika berhasil melakukan produksi komersial, yakni melalui skema cost recovery dari pemerintah.

Jadi tidak mengherankan jika perusahaan enggan berinvestasi di bisnis migas Indonesia. Persoalannya, perusahaan harus memiliki alasan kuat untuk memercayai prospek bisnis ke depan sebelum mengambil risiko menaruh sejumlah besar modal dalam kegiatan eksplorasi.

Jadi apa solusinya? Apakah pemerintah Indonesia sudah mempertimbangkan penggunaan perangkat eksplorasi alternatif dan modern yang dapat menarik perusahaan E&P menginvestasikan uang dan waktunya? Bersediakan pemerintah berinvestasi untuk menunjukkan prospek di cekungan-cekungan terpencil guna menggerakkan investasi?

Halaman:
Aria W. Yudhistira
Aria W. Yudhistira
Reporter: Redaksi

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...