Hariyadi Sukamdani: Kami yang Dorong Tax Amnesty

Muchamad Nafi
6 Maret 2016, 07:00
No image
Arief Kamaluddin | Katadata

KATADATA – Di tengah situasi ekonomi yang masih lesu, setiap kebijakan pemerintah selalu menjadi perhatian para pelaku usaha. Begitu pula dengan langkah yang diambil Bank Indonenia dalam menjaga moneter, seperti keputusan memangkas suku bunga acuan.

Bagi Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani, beberapa kebijakan malah dinilai tumpang tindih sehingga menimbulkan keresahan dalam berusaha. Tabungan Perumahan Rakyat, misalnya, justru memberatkan pengusaha, selain karena terjadi duplikasi dengan program perumahan untuk karyawan yang diatur BPJS Ketenagakerjaan.

Advertisement

Namun, dia pun melihat ada sejumlah langkah positif pemerintah. Satu di antaranya terkait rencana pengampunan pajak atau tax amnesty. “Afrika Selatan yang bunuh-bunuhan antaras saja bisa berdamai, masa kita urusan begini tak bisa rekonsiliasi,” kata Hariyadi. Sekitar satu jam, Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional ini menyampaikan sejumlah pandangannya kepada Katadata dalam wawancara khusus pada Sabtu, akhir bulan lalu, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta.

Anda pernah memprediksi BI rate turun. Bagaimana perbandingan suku bunga dalam negeri dengan negara-negara lain?

Deposito BCA cuma 3,4 persen. Ini murah sekali. Tapi bandingkan dengan negara-negara lain. Deposito di Filipina itu 1,5 persen. Tahu berapa inflasinya? Dua persen. Berarti bunga deposito di bawah inflasi. Jadi teori yang mengatakan bunga deposito di atas inflasi tidak selalu berlaku. Tergantung pada negara. Jepang juga sama. Suku bunga di Singapura 1,7 persen, bagaimana kita mau bersaing? Ini baru suku bunga, belum berbicara soal logistik.

Bagaimana dengan biaya logistik?

Terminal handling charge masih tetap seperti itu. Kalau tidak salah sekarang US$ 85. Itu tidak pernah turun. Berdasarkan data ini, kita jadi yang tertinggi di ASEAN. Selain biaya logistik yang tinggi, listrik untuk industri sekitar Rp 1.600 per kWh, di bawah semua negara-negara pesaing, kecuali Singapura. PLN juga belum selesai membangun pembangkit berkapasitas 35 ribu megawatt. Pemerintah mengeluarkan sepuluh paket kebijakan, tapi setiap sektor hanya maunya sendiri, ya susah. Sulit kalau BI dan sektor logistik juga maunya sendiri.

Jadi ada kekhawatiran jika suku bunga diturunkan?

Kenapa ada yang berpendapat seperti itu? Kalau bunga murah otomatis ekonomi bergerak. Bank itu jantungnya ekonomi untuk Indonesia. Instrumen keuangan lainnya belum sepopuler perbankan. Jadi lumrah kalau loan to deposit ratio (LDR) naik. Yang penting nonperforming loan (NPL) dijaga supaya sehat. Dengan bunga yang murah, memang benar kredit akan naik. Namun, pengajuan kredit kan berdasarkan persetujuan bank, yang akan memeriksa di Sistem Informasi Debitur pada BI. Indonesia aman sekali. Berbeda dari 1998. Sistem perbankan kita sudah sangat maju. 

Bagaimana Anda melihat geliat masyarakat dalam perekonomian saat ini?

Untuk jangka panjang, saya lebih senang kalau dana itu digali dari masyarakat, ketimbang hot money dari luar. Kalau dari luar, saya harapkan untuk foreign direct investment (FDI). Jadi pola pikirnya mesti dibalik. Sekarang berpikirnya apa-apa dibiayai dengan utang. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dari utang, sedangkan sektor lainnya tidak digarap.

Masa sebagai kepala rumah tangga terus-menerus berutang? Seharusnya meningkatkan income keluarga dengan bekerja maupun berkarir lebih bagus. Kalau punya rumah, syukur-syukur bisa dibikin kos-kosan. Orang di rumah, istri atau anak, kalau bisa buka warung sehingga aktiva sehat. Kita punya potensi nilai tambah yang sangat luar biasa. Salah satunya melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Apakah kebijakan KUR dengan bunga sembilan persen akan produktif?

Saya mengapresiasi KUR. Karena memiliki bank perkreditan rakyat, saya jadi tahu. Nasabah diminta bunga 24 sampai 30 persen saja bayar. Apalagi ini cuma sembilan persen, pasti produktif. Menurut saya, ada kebijakan yang dilahirkan positif, tapi ada juga yang kurang pas.

Kebijakan apa yang kurang pas bagi pengusaha?

Banyak hal, seperti tabungan perumahan rakyat (Tapera). Saya akhirnya kalah. Dewan Perwakilan Rakyat segera ketuk palu. Saya memikirkan konstituen, stakeholder saya. Mereka itu para pelaku usaha. Sekarang sudah ada program perumahan untuk karyawan yang diatur di BPJS Ketenagakerjaan.

Menurut peraturan pemerintah, BPJS Ketenagakerjaan diperbolehkan mengalokasikan 30 persen dari kelolaan dana Jaminan Hari Tua (JHT) untuk program perumahan. Sekarang dana JHT Rp 180 triliun. Jadi, Rp 54 triliun boleh ditaruh di bank pemerintah dengan harga BI rate.

Lalu bank pemerintah berperan sebagai penyalur bagi peserta BPJS, dengan tambahan operasional dan keuntungan bank sekitar 2 persen. Ini yang disebut sebagai subsidi. Bunganya lebih rendah. Itu bisa untuk uang muka, bisa buat Kredit Perumahan Rakyat bersubsidi, maupun untuk kredit konstruksi pengembang.

Jadi, Tapera tumpang tindih dengan program perumahan BPJS Ketenagakerjaan?

Halaman:
Reporter: Metta Dharmasaputra, Maria Yuniar Ardhiati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement