Hulu Migas Menunggu Blusukan Presiden

Pri Agung Rakhmanto
Oleh Pri Agung Rakhmanto
27 Januari 2017, 13:45
No image
Dok. Pribadi

Awal Januari lalu, dalam Sidang Paripurna Dewan Energi Nasional (DEN), Presiden Joko Widodo menyebut impor bahan bakar minyak (BBM) yang saat ini sudah mencapai 50 persen dari kebutuhan, sangat berbahaya bagi ketahanan energi nasional. Oleh karenanya, Presiden meminta jajarannya untuk mencari solusi terkait persediaan BBM untuk jangka panjang.

Setelah menurunkan harga BBM beberapa kali, Presiden menginstruksikan pemberlakuan kebijakan BBM satu harga di seluruh wilayah NKRI. Selain itu, menginstruksikan penurunan harga gas untuk industri domestik. Menurut saya, ini adalah bukti bahwa Presiden Joko Widodo memang sangat menaruh perhatian besar pada aspek strategis pengelolaan sektor migas nasional.

Advertisement

Namun, semuanya itu baru pada sisi strategis dari pengelolaan migas di bagian hilir. Sedangkan di bagian hulu, yang berkaitan dengan sustainabilitas atas keberadaan cadangan dan kelangsungan produksi minyak mentah dan gas alam, saya harus mengatakan bahwa selama dua tahun terakhir relatif tertinggal dalam memperoleh perhatian dan penanganan serius dari pemerintah.

Salah satu indikasi utamanya adalah tata kelola hulu migas yang pascapembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada November 2012 lalu sesungguhnya masih bersifat sementara, tetap dibiarkan seperti apa adanya hingga saat ini. Revisi Undang-Undang Migas 22/2001 yang seharusnya menjadi solusinya dan merupakan kerja legislasi dan politik bersama dengan DPR, hingga saat ini belum juga diselesaikan.

Melalui tulisan ini, saya ingin kembali menyampaikan, khususnya kepada Presiden Joko Widodo, bahwa sektor hulu migas sesungguhnya juga sangat strategis dan tak kalah pentingnya dibandingkan sektor hilir. Ini jika tak ingin mengatakan bahwa sebenarnya sektor hulu migas, bahkan justru jauh lebih strategis bagi ketahanan energi nasional jangka panjang.

Minyak mentah dan gas alam, bagaimanapun masih tetap akan menjadi sumber energi utama di dunia untuk jangka waktu yang lama. Hingga tahun 2050, studi hampir semua lembaga energi kredibel di dunia memproyeksikan lebih dari 50 persen sumber energi primer dunia masih tetap akan bersandar pada minyak mentah dan gas bumi.

Hal itulah yang menyebabkan Amerika Serikat (AS) sejak lama menerapkan terobosan dan kebijakan strategis di bidang hulu migas. Alhasil, mendorong terjadinya revolusi teknologi shale oil dan shale gas yang berhasil melipatgandakan produksi minyak mentah dari kisaran 7,2 juta barel per hari tahun 2004 menjadi 11,7 juta barel pada akhir 2014. Sedangkan cadangan terbuktinya meningkat dari 29,3 miliar barel menjadi 48,5 miliar barel pada kurun waktu yang sama.

Tiongkok juga mampu meningkatkan produksi dan cadangan terbukti minyaknya, masing-masing dari angka 3,6 juta barel per hari menjadi 4,2 juta barel per hari dan 15,5 miliar barel menjadi 18,5 miliar barel.

Brasil juga berhasil meningkatkan cadangan terbukti minyaknya dari 11,2 miliar barel pada akhir 2004 menjadi 16,2 miliar barel di akhir 2014, sementara produksinya juga meningkat dari 1,5 juta barel per hari menjadi 2,4 juta barel per hari.

Halaman:
Pri Agung Rakhmanto
Pri Agung Rakhmanto
Dosen di FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute
Editor: Yura Syahrul

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement