Kami Tak Mau Nama Pimpinan Rusak karena Opini Disclaimer

Pingit Aria
17 Juni 2017, 11:00
M Yusuf
news.kkp.go.id

Baru saja menjabat Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 20 April 2017, Muhammad Yusuf sudah mendapat tugas berat. Ia harus membenahi laporan keuangan tahun 2016 kementerian tersebut yang mendapat opini Tidak Menyatakan Pendapat alias disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Padahal, selama empat tahun sebelumnya selalu meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Sejak awal, mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ini sudah tahu ada cacat dalam laporan keuangan KKP. Cacat itu pada laporan pengadaan ratusan kapal penangkap ikan untuk nelayan. Jangankan tanda terima, pengadaan kapal pada tahun anggaran 2016 itu terlambat dikerjakan.

Advertisement

Yusuf sempat berinisiatif menemui Anggota IV BPK Rizal Djalil untuk menjelaskan duduk perkaranya. Namun dia terlambat, BPK telah menyusun audit laporan keuangan KKP pada Maret 2017 dan 19 Mei lalu menjatuhkan opini disclaimer.

"Saya tidak bisa menyalahkan siapa-siapa," kata Yusuf dalam wawancara khusus dengan wartawan Katadata, Metta Dharmasaputra, Ade Wahyudi, Pingit Aria, dan Michael Reily di kantor KKP, Jakarta, Kamis (15/6). Berikut petikan lengkap wawancaranya.

Apa penyebab laporan keuangan KKP mendapat opini disclaimer dari BPK?

Kami ingin mengadakan ribuan kapal, supaya para nelayan itu bisa punya alat, bisa menangkap ikan dan hidup lebih sejahtera. Dalam pengadaan ini, kami juga ingin tertib. Kan digembar-gemborkan, sistem e-catalog yang paling bagus, maka kami mencoba sistem baru ini.

(Baca juga: Dipersoalkan BPK, KKP Batalkan Pengadaan 600 Kapal dan Tanah Pertamina)

Rupanya verifikasi perusahaan mana yang bisa masuk dalam Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) ini cukup memakan waktu. Alhasil, kami baru bisa membuat kontrak dengan penyedia barang dan jasa pada September 2016. Jangka waktu kontrak pengadaan 1.354 kapal tersebut sampai 31 Desember 2016.

Penyedia kapal ini tersebar. Kami memang ingin agar pembagian keuntungan dan kesempatan berusaha itu merata. Kemudian timbul masalah, bagaimana kontrolnya? KKP hanya satu kantornya di Jakarta. Sementara perusahaan galangan ada di Ambon, Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan.

Bagaimana sistem pembayarannya?

Dalam waktu yang sempit tadi, sistem yang kami gunakan adalah seperti membeli mobil di showroom, sistem turnkey. Jadi begitu dapat kunci, baru kami bayar. Ternyata, saat mendekati akhir November (2016) kapal yang jadi hanya 58 dari total pesanan 1.354 unit.

Anda bisa bayangkan. Syok Pejabat Pembuat Komitmen. Ditambah lagi saat itu belum ada atasan yang definitif, Direktur Perikanan Tangkap saat itu masih dijabat oleh Pelaksana Tugas (Plt) sehingga sulit untuk berkonsultasi.

Dalam kondisi seperti itu, pihak galangan menyampaikan bahwa mereka masih butuh modal tambahan. Ini dilematis, sebab kalau tidak dikasih uang, proyeknya mangkrak.

(Baca juga: Laporan Keuangan Bermasalah, KKP Siap Diperiksa Khusus BPK)

Dalam posisi dilematis itu, dia (Pejabat Pembuat Komitmen) mengambil langkah yang tujuannya semata-mata agar program pengadaan kapal yang bertujuan menyejahterakan nelayan itu dapat terpenuhi, meski mungkin menyalahi ketentuan dari sisi good governance. Ia mengubah sistem pembayaran turnkey menjadi base on progress atau menurut kemajuan proyek. Ini yang menjadi pintu masuk BPK.

Perubahan sistem pembayaran ini berlaku untuk seluruh pesanan, 1.354 kapal?

Dari total 56 perusahaan galangan, tapi yang bisa diakomodir hanya 754 unit kapal. Nilainya Rp 209 miliar.

Di sini memang ada kesalahan Pejabat Pembuat Komitmen, karena seharusnya dia baru menyerahkan uang saat barang jadi. Tapi kenapa dia ambil? Karena ia percaya sama perusahaan galangan. Kedua, dia berorientasi pada target, proyek ini harus jadi untuk masyarakat. Selain itu, ada bank garansi sebesar Rp 98 miliar.

Masalahnya kemudian, hingga menjelang akhir Desember komitmen perusahaan galangan ini tidak terpenuhi hingga harus diperpanjang. Ini pun prosesnya masih dianggap tidak perfect, ada masalah administrasi.

Lalu, apa yang bisa dilakukan sekarang?

Tugas saya adalah mengumpulkan segala sesuatu. Saya bersyukur bahwa dalam waktu yang tidak lama bisa mengumpulkan bukti-bukti.

Hingga saat ini jumlah kapal yang selesai sebanyak 576 unit, lengkap dengan berita acara serah terima dan sudah dipakai oleh nelayan. Sementara 12 unit kapal telah diserahkan, namun tanda terimanya belum ada.

(Baca juga:  Laporan Keuangan KKP Bermasalah, BPK Tunggu Klarifikasi Lanjutan)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement