Bisnis Serba Digital (4): Bagaimana Strategi Monetasinya?

Nico Fernando Samad
Oleh Nico Fernando Samad
29 Mei 2018, 08:00
Nico Samad
Ilustrator: Betaria Sarulina

Pada era sebelum tahun 2000, mayoritas konsumen di Indonesia hanya mengenal cara-cara bertransaksi berupa datang langsung ke toko fisik, belanja katalog atau pesan-antar. Di balik itu ada “jobs to be done (JTBD)” yang mengintai dan belum terpenuhi.

Keinginan melihat ragam produk yang lebih banyak dan cara lebih praktis dalam memilih produk, membandingkan harga, hingga menentukan pilihan produk yang sesuai dan melakukan pembayaran tanpa harus antri. Selain itu, datang ke toko fisik untuk melakukan hal tersebut, semakin lama memakan biaya dan waktu, terutama untuk masyarakat yang tinggal di kota besar dengan kemacetan lalu lintas setiap saat.

Hal yang sama terjadi saat Anda hendak memesan kamar hotel, tiket pesawat, tiket kereta api, bahkan ketika akan membaca berita terkini. Sebagai contoh, pada awal 1980-an, peristiwa yang terjadi pagi hari di Jakarta baru dapat diketahui pada sore hari berikutnya di ibu kota Provinsi Jambi, bahkan baru diketahui lusa atau tiga hari kemudian oleh pembaca di kota kabupaten.

Hadirnya bisnis digital berbentuk toko daring (online store), pasar daring (e-marketplace), media daring, layanan daring untuk reservasi hotel, tiket pesawat dan tiket kereta api adalah solusi yang ditawarkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Di masa sekarang, kita dapat melakukannya dengan hanya dua jari, kapan saja, dimana saja untuk membeli apa saja dengan harga lebih ekonomis untuk kualitas yang sering jauh lebih baik. Ekonomi digital membawa cara baru dalam berbisnis.

Studi McKinsey dan Kementerian Perindustrian yang dirilis pada tahun 2016 tentang potensi ekonomi digital Indonesia, menyebutkan ekonomi digital pada 2020 akan menyumbang sebesar US$ 150 miliar atau sekitar Rp 2 kuadriliun terhadap PDB Indonesia. Sebagai gambaran, PDB Indonesia tahun 2017 sebesar US$ 1 triliun.

Selanjutnya, jika mengacu rilis studi “e-conomy SEA: Unlocking the $200 billion opportunity in Southeast Asia” yang dipublikasikan Google tahun 2016, dapat diperoleh gambaran perkiraan sebaran nilai ekonomi digital Indonesia tahun 2020 sebagai berikut: e-commerce (market place dan nonmarket place) sebesar US$ 85,2 miliar; dari hotel, tiket pesawat dan tiket kereta sebesar US$ 45,4 miliar; transportasi daring US$ 10,4 miliar dan potensi dari media daring (gaming, iklan, majalah dan surat kabar) US$ 9,1 miliar.

Strategi Monetasinya

Banyak bisnis serba digital tumbuh berkembang hingga saat ini. Sebagai gambaran, dari Sensus Ekonomi 2016 yang dilakukan oleh BPS, dalam kurun waktu 10 tahun (2006 – 2016) jumlah e-commerce di Indonesia diperkirakan naik sekitar 17% atau total sekitar 26,2 juta usaha (Liputan6.com, 09/2016).

Jika diambil contoh perbandingan pengunjung mall/marketplace, semisal Aeon BSD (offline format), pada tahun 2016 dikunjungi oleh 12 juta orang (Kompas.com, 08/2017), Lazada (online format) tahun 2017 dikunjungi oleh 1 miliar orang dan Matahari Mall dikunjungi oleh 83 juta orang (iprice.co.id, 05/2018).

Pada bisnis digital seperti Traveloka dengan 120-an karyawan, memperoleh 23,3 juta atau sekitar 155 ribu pengunjung per hari dalam kurun waktu November 2017 – April 2018 (similarweb.com, 5/2018). Pusat perbelanjaan mana di Indonesia yang mampu menarik 2,77 juta pengunjung tiap hari seperti Lazada atau agen tiket konvensional mana yang mampu mendatangkan 155 ribu pengunjung per hari seperti Traveloka? Menarik bukan?

Pertanyaan utama adalah, apa saja strategi monetasi yang dapat dilakukan para pebisnis digital ini? Penulis telah menghimpun dari pelbagai sumber dan mendapatkan setidaknya ada 18 strategi monetasi yang dilakukan dan dibagi dalam empat kelompok (tabel 1).

Kelompok-kelompok itu adalah e-commerce yang terdiri atas e-marketplace dan non-marketplace; online travel yang terdiri atas online reservasi untuk hotel, tiket pesawat dan tiket kereta dan transportasi online; online media yang terdiri atas gaming, ads, majalah/surat kabar; dan kelompok others terdiri atas social media dan online education.

Penulis belum memasukkan kelompok layanan keuangan dan perbankan, layanan kesehatan dan asuransi, serta kelompok film dan entertainment ke dalam tabel ini.

Tabel 1. Strategi Monetasi pada Ekonomi Digital

NoMonetising Strategye-commerceOnline TravelOnline MediaOthers
ABCDEFGH
1Just FreeJJJJJJJJ
2Komisi Penjualan  J     
3Penjualan Produk (Barang atau Jasa) J J    
4Iklan adsenseJ JJ  J 
5Membership VIPJ  J  J 
6Subscriptions   JJJJJ
7Microtransactions     J  
 a. pay-to-play    JJ  
 b. piece-meal access    JJ  
 c. pay-to-own    JJ  
8Freemium        
 a. free and paid        
 b. free with in-product transactionJ       
 c. free and premium with microtransactions    J   
 d. Ad-supported freemiumJJ   JJ 
 e. freemium hardware     J  
9Affiliate J    J 
10Licensing    J J 
 a. API-as-a-productJJ      
 b. Data-as-a-product J    J 
11Derivative products   J JJ 
12User-generated content  J     
13Business listing subscriptions  J     
14Charging tuition rates, aggresively recruiting students, government-backed student loans       J
15Charging higher tuition rates for online than the face-toface program, volume of students       J
16Fees for certificate testing (to prove student completion), content licensing, career referral and recruiting services, and university -provider partnerships.       J
17Donation        
 a. passive       J 
 b. active      J 
18Endorsed J      

Keterangan:
A = Market place                                         E = Gaming/permainan
B = Non-market place                               F = Periklanan, majalah, media berita
C = Hotel, tiket pesawat, kereta api    G = Media sosial
D = Transportasi online                           H = Pendidikan

Pada awalnya, hampir semua kelompok bisnis digital tersebut menggunakan strategi monetasi “Just-Free” seperti pada tabel di atas. Strategi ini applicable namun sangat sulit diterapkan terus-menerus oleh pebisnis digital kecuali ada “big fish” yang tertarik membeli bisnis digital Anda.

Strategi ini sangat efektif digunakan untuk memperoleh jumlah pengunjung dan pengguna yang banyak serta untuk menjadi buah bibir sebelum masuk ke strategi berikutnya yaitu memperoleh pendapatan dan profit. Hal yang perlu diingat dalam bisnis serba digital adalah, tidak ada satu single business yang memiliki satu model bisnis saja dalam perjalanan hidupnya.

Strategi monetasi berikutnya adalah memberikan “potongan harga fantastis”. Karena tidak semua bisnis digital pada tahap awal dapat menggunakan strategi “Just Free” seperti pada online store yang bukan marketplace . Bisnis digital semacam ini menawarkan potongan harga yang fantastis semisal toko jam, toko fashion, toko kue kering dan makanan, hingga 99% di bawah harga normalnya untuk beberapa ragam produk dalam kurun waktu tertentu atau untuk menyongsong peristiwa tertentu semacam perayaan kemerdekaan, Idul Fitri, Natal dan tahun baru.

Penggunaan strategi ini harus efektif, yakni dalam kurun waktu produk tersebut dibutuhkan. Misalnya, potongan harga fantastis untuk sebagian produk kue kering ditawarkan menjelang hari raya Idul Fitri atau saat seseorang memasukkan kata kunci di Google maka produk Anda muncul dalam daftar tampilan. Jika perlu berada pada urutan teratas dengan disertai testimoni pengguna terdahulu. Atau muncul di layar pengguna media sosial sesaat setelah pengguna melakukan pencarian terakhir suatu produk melalui marketplace, mesin pencari, atau media social lainnya.

Sebagai contoh, penulis mencari produk jam tangan pria di suatu marketplace, kemudian memilih salah satu produk dengan potongan harga besar hingga 75%. Setelah itu penulis mengaktifkan media sosial Facebook dan mendapatkan penawaran jam tangan pria dari Express Tech. Ketika meng-klik salah satu gambar iklannya, maka muncul penawaran dengan potongan harga fantastis (US$ 0). Model seperti ini sangat sulit terjadi di luar bisnis digital.

Hal ini dilakukan untuk menarik minat calon pelanggan datang berkunjung hingga tercipta jumlah massa yang besar. TASLAKI.COM, radiantbag.com, bro.do, dan start-up voyejstore.com yang digagas oleh alumni Sekolah Bisnis dan Ekonomi Universitas Prasetiya Mulya. Selain bisnis digital yang menjual produk berupa barang, strategi ini juga dilakukan oleh pebisnis di bidang layanan semisal agen wisata, agen perjalanan seperti gamanantara.com, bayubuanatravel.com, juga pada biro jodoh, jasa freelance online.

Ruang iklan adalah salah satu strategi monetasi yang digunakan oleh portal-portal berita dan berada di sisi kanan, kiri, atas, bawah, atau pop up, slide, tautan dan bentuk lainnya. Berdasarkan situs finansialku.com yang mengutip dari situs siteprice.org, portal berita di Indonesia memperoleh pemasukan dari iklan hingga lebih Rp 42 miliar per tahun.

Pada kelompok online travel berupa reservasi hotel, tiket pesawat dan tiket kereta api beserta layanan paket perjalanan umumnya menggunakan strategi monetasi berupa komisi penjualan atau insentif atas jasa yang diberikan. Anthony dalam artikel yang dimuat di Skyscanner (7/2017) menyebutkan, lebih dari 10 pebisnis digital di bidang reservasi tiket daring dan kamar hotel, antara lain Traveloka, Tiket.com, AirAsiaGo, Nusatrip, Via.com, Expedia, Ezytravel, dan Tiket2.com.

Halaman:
Nico Fernando Samad
Nico Fernando Samad
Guru Bisnis Digital – Prasetiya Mulya Business School
Editor: Yura Syahrul

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...