Industry 4.0: Untuk (Si) Apa?

Ade Febransyah
Oleh Ade Febransyah
8 Juli 2018, 14:22
Ade Febransyah
Ilustrator: Betaria Sarulina
Pekerja menyelesaikan proses perakitan bodi mobil di pabrik PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Karawang, Jawa Barat, Kamis (29/3/2018). Toyota Manufacturing salah satu pabrik yang menerapkan industri 4.0.

Dunia bisnis dan industri tidak pernah sepi dari kehadiran istilah-istilah keren.  Istilah keren yang biasa disebut buzzword. Singkatan tiga huruf biasa digunakan untuk menamakan sekaligus mempopulerkan praktik dan pemikiran terkini di dunia bisnis.

Sebut saja di era 70-an  ada JIT (just in time) yang fokus pada pemangkasan pemborosan. Di tahun 90-an muncul BSC (balance score card) untuk mengukur kinerja perusahaan. Kemudian SCM (supply chain management) untuk mengelola segala aliran barang, informasi dan pembayaran dalam rantai pasok secara efisien dan efektif. Dan banyak lagi istilah lainnya untuk dunia bisnis.

Di era serba digital sekarang ini, “disruption” menjadi buzzword baru. Hampir tiada hari tanpa mendengar kata disrupsi. Tidak membicarakannya dianggap ketinggalan zaman. Belum lagi selesai memahami dan mempraktikkan disrupsi, kini muncul yang lain yaitu Industri 4.0.

Sebagian besar kita geleng-geleng kepala; apalagi ini? Sebab, yang 1.0, 2.0 dan 3.0 saja belum tahu.

Istilah baru yang keren boleh saja datang dan pergi. Namun, bagi pelaku bisnis, pesannya satu: harus tetap siap dalam lanskap bisnis yang terus berubah. Tuntutannya tetap sama, untuk menjadi lebih baik, lebih cepat dan lebih murah.

Bagi pelaku bisnis di Tanah Air, akankah gelombang industri 4.0 hanya sebatas jargon yang hanya asyik dibicarakan atau menjadi harapan  untuk menjadikan perusahaan semakin kompetitif?

Mengejar mass personalization

Kehadiran industri 4.0 sekarang ini tidak lepas dari gelombang industri sebelumnya: 1.0, 2.0 dan 3.0. Invensi teknologi mesin uap di abad ke 18 di Inggris menandai mulainya revolusi industri 1.0. Penggunaan teknologi mesin uap untuk lokomotif, kapal laut, dan mekanisasi pertanian mampu meningkatkan produktivitas manusia dalam menjalankan kegiatan ekonomi.

Tuntutan untuk menjadi produktif terus berlanjut hingga memasuki awal abad 20. Di sinilah revolusi industri 2.0 dimulai. Pendekatan “scientific management” dari Frederick W. Taylor diaplikasikan di pabrikan mobil Ford untuk memproduksi secara massal. Mass production yang bekerja di suatu assembly line inilah yang merombak bagaimana cara bekerja menghasilkan barang agar bisa lebih cepat dan lebih murah.

Tuntutan untuk memproduksi barang dengan produktivitas tinggi tidak pernah berhenti. Ditemukannya Programmable Logic Controller (PLC) pada tahun 1960-an memungkinkan otomatisasi dan robotisasi dalam sistem produksi. Inilah awal dari revolusi industri 3.0. Produksi masal dilakukan dengan lebih berkualitas,  lebih cepat dan lebih murah.

Sejalan dengan waktu, tuntutan pembuat barang tidak hanya sebatas bekerja otomatis dalam internal pabrik. Lebih dari itu, pembuat harus mampu mengorkestrasikan siapapun mitranya dalam jejaring pasokan untuk memenuhi segala permintaan pasar secara responsif sekaligus efisien.

Produksi massal di industri 2.0 plus otomatisasi di industri 3.0 cocok untuk proses produksi dengan volume tinggi dan varian produk yang rendah. Inilah hukum besinya dalam memproduksi. Seiring dengan semakin sophisticated-nya pengguna, perusahaan harus mampu membuat berbagai produk yang diinginkan dalam jumlah berapapun. Inilah tantangan utama dari mass personalization yang belum terjawab hingga industri 3.0. Kemudian, industri 4.0 datang untuk menjawab tantangan tersebut.

Industri 4.0 terkait dengan optimalisasi semua sumber daya yang ada dalam jejaring bisnis untuk memenuhi segala permintaan pasar. Optimalisasi sebenarnya bukanlah hal baru. Yang membedakan adalah pada “how to play” dalam melakuan optimalisasi tersebut.

Halaman:
Ade Febransyah
Ade Febransyah
Guru Inovasi Prasetiya Mulya Business School
Editor: Yura Syahrul

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...