Film Indonesia Terus Tumbuh, Tak Ada Disrupsi untuk Bioskop

Yuliawati
Oleh Yuliawati
30 Desember 2018, 08:00
Managing Partner Ideosource Venture Capital Andi S. Boediman
Katadata
Managing Partner Ideosource Venture Capital Andi Boediman.

Sejak berdiri pada September 2017, Ideosource Film Fund telah mendanai enam film Indonesia. Film kelima dan keenamnya berjudul "Keluarga Cemara" dan "Lagi-lagi Ateng" tayang di bioskop masing-masing mulai 3 dan 10 Januari 2019.

Ideosource Film Fund merupakan anak usaha dari Ideosource Venture Capital, perusahaan modal ventura yang didirikan oleh Andi Boediman dan Edward Ismawan Chamdani pada 2011. Ideosource Venture Capital telah mengucurkan pendanaan US$ 15 juta untuk 27 startup di berbagai bidang mulai dari e-commerce, media digital, games,  dan IoT (internet of things).

Andi merupakan sosok di balik keputusan Ideosurce mendanai film. Ketertarikannya bermula setelah menyaksikan beberapa film Indonesia ditayangkan Hooq, seperti Cek Toko Sebelah dan yang disutradarai Ernest Prakasa, dan Kartini hasil besutan Hanung Brahmantyo.

“Saya merasa kualitasnya sudah sesuai dengan yang saya harapkan, mampu menggabungkan suatu yang sifatnya komersial dan kualitasnya bagus. Saya pun tertarik,” kata Andi dalam wawancara khusus dengan Yuliawati, Desi Dwi Djayanti dan Hindra Kusuma dari Katadata.co.id, pertengahan Desember lalu.

(Baca juga: Akses Modal Terbuka, Film Berkembang Pesat dalam 5 Tahun)

Ideosource telah membiayai beberapa film di antaranya Ayat-ayat Cinta 2, Kulari Ke Pantai dan Aruna & Lidahnya. Berikut petikan wawancara lengkap dengan Andi.

Bagaimana perhitungan investasi film Indonesia?

Perhitungannya seperti ini. Selama 2017, nilai pasar berbagai film yang beredar di Indonesia sebesar Rp 4,5 triliun. Khusus untuk film Indonesia, pasarnya sebesar 35% atau senilai Rp 1,5 triliun dengan jumlah 120 film. Dari angka ini, perkiraan rata-rata satu film perolehannya sekitar Rp 12,5 miliar.

Dari 120 film itu, ternyata jackpot atau sukses dengan satu juta penonton itu hanya 11 film, artinya satu banding sebelas.

Itu jadi dasar menghitung keuntungan untuk investasi?

Jadi setidaknya saya harus berinvestasi kira-kira 10 film. Bila hanya investasi satu film, risiko gagalnya besar. Tapi, bila investasi 10 film, sudah pasti ada satu yang jackpot yang bisa menutupi kerugian ini.  Modelnya adalah melakukan manajemen risiko. Banyak yang berinvestasi di industri film yang tanpa pernah melakukan perhitungan yang matang.

Dari pendapatan Rp 12,5 miliar, berapa biaya produksi untuk satu film?

Pendapatannya kami bagi antara distribusi dan produksi. Distribusi itu dalam arti bioskop, ada 21 Cineplex, CGV, dan Cinemaxx. Sehingga dengan satu film memperoleh Rp 12,5 miliar, pendapatan kami sekitar Rp 6,25 miliar. Apabila mau untung, berarti biaya produksi tak boleh lebih dari Rp 5 miliar. Itu pun sudah termasuk untuk marketing dan produksi.

Dari kacamata biaya, dana Rp 5 miliar itu hanya cukup untuk syuting film horror dan komedi. Sulit untuk membiayai film drama karena sangat berpengaruh dengan durasi syuting. Selain itu aktor, aktris, kru, mulai dari produser, sutradara, semua berdampak langsung terhadap biaya. Film juga harus mempertimbangkan marketing.

Bagaimana proses mendanai film Keluarga Cemara?

Tahun lalu Bekraf mengadakan Akatara, program untuk menjodohkan para film maker dengan investor. Saya merupakan salah satu investor pertama di sana. Bekraf mengumpulkan banyak tim produksi, ada dua proyek film yang membuat saya tertarik.

Yang paling kuat adalah Keluarga Cemara, secara Intellectual Property (IP) itu menarik, lalu saya bertemu dengan produsernya. Saya baca skenarionya, the best script yang pernah saya baca. Idenya strong banget. 

Bagaimana dengan proses pendanaan film Ateng?

Ateng ini adalah salah satu karakter yang sudah cukup legendaris, kebetulan zaman saya kecil nonton filmnya Ateng Iskak. Mungkin orang sudah lupa, tapi setidaknya orang tahu.

Ketika saya baca script yang dibuat oleh Monty Tiwa, ceritanya tentang anak kembar yang terpisah yang satu dibesarkan bapaknya, yang lainnya oleh ibunya. Mereka punya dua karakter yang sangat berbeda. Akhirnya mereka ketemu, dan kemudian ingin mempersatukan orang tuanya kembali. Nah di situ saya lihat, ceritanya sangat bagus. Akhirnya saya memutuskan untuk berinvestasi.

Sebenarnya hal apa saja yang menentukan dalam berinvestasi film?

Ada dua faktor, pertama yang sangat penting berkolaborasi dengan produser dan sutradara yang sudah punya track record. Artinya bukan pertama kali membuat film, karena orang yang pertama kali masih belum tahu secara teknis maupun belum pernah punya pengalaman membuat dan mengkomersialkan film.

Kedua, kami melihat paketnya. Saya melihat dari kacamata penonton, mengapa mau nonton film itu. Jadi IP itu utama banget bagi saya. Selain itu, tergantung aktor, cerita, produser, sutradara dan segala macam.

Bagaimana proses Ideosource mengambil keputusan dalam mendanai film?

Kami punya tim investasi. Kami menghitung risiko dalam berinvestasi. Investasi di film itu sebenarnya bukan mencari untung, tapi bagaimana tidak rugi.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...