Kami akan Komit kepada Utang yang Membebani Pemerintah

Image title
Oleh Tim Redaksi
15 Februari 2019, 14:33
Cawapres 2019 Sandiaga Uno
Ilustrator Katadata/Betaria Sarulina
Cawapres 2019 Sandiaga Uno

Ekonomi menjadi tema sentral yang diusung Sandiaga Salahuddin Uno dalam kampanyenya sebagai calon wakil presiden Republik Indonesia 2019-2024, sejak Agustus tahun lalu. Dalam lawatannya ke banyak daerah, pengusaha kawakan ini kerap menyuarakan adanya kesusahan masyarakat akibat tingginya harga kebutuhan pokok dan sulitnya lapangan pekerjaan saat ini.

Sandiaga juga sering mengangkat isu mengenai beban utang negara yang semakin besar, kebijakan impor, hingga perlunya swasembada pangan. Meski di sisi lain, isu dan tema kampanye yang diusungnya dianggap sebagian pihak tidak sesuai kenyataan dan sekadar "menjual" ketakutan ke masyarakat.

Advertisement

Pria berusia 50 tahun ini juga menepis kekhawatiran para pengusaha dan investor bahwa kebijakan yang diambilnya jika menjabat nanti  akan membuat ketidakpastian di pasar keuangan. “Secara politis akan sangat seksi dan sentimental (penghapusan utang), tapi sekali lagi ini saya (bicara) di Katadata, bukan di tabloid politik,” kata Sandiaga dalam wawancara khusus dengan Tim Katadata.co.id di Jakarta, 24 Januari lalu.

Selama sekitar satu jam --di sela-sela jadwal kampanyenya yang padat dan sambil berpuasa, Sandiaga menguraikan secara rinci aneka masalah ekonomi berikut rencana kebijakan yang akan dijalankannya:  di sektor pajak, infrastruktur, utang, energi dan swasembada pangan. Berikut wawancara lengkapnya.

Pajak

Bagaimana cara menaikkan tax ratio 16% dan siapa yang akan dibidik?

Kami melakukan pendekatan sangat holistik. Kami rumuskan ada 5 jurus utama. Pertama, memisahkan Dirjen Pajak dari Kementerian Keuangan. Kami ingin badan penerimaan negara dan reformasi pajak setingkat kementerian yang bertanggung jawab kepada presiden secara langsung dan punya otoritas.

Kedua, membangun infrastruktur perpajakan secara komprehensif dan modern dengan menggunakan teknologi informasi. Kami lihat negara-negara lain yang sukses meningkatkan rasio pajaknya karena penggunaan teknologi secara masif.

Ketiga, mendorong jenis-jenis pajak yang menjadi instrumen untuk mengurangi ketimpangan dan kemiskinan seperti pajak karbon. Penghasil emisi karbon secara luar biasa itu harus diberikan disinsentif. (Sebaliknya) kami akan
memberikan insentif untuk perusahaan-perusahaan besar masuk ke pasar modal.

Apa poin selanjutnya?

Keempat, terkait tren global yang menurunkan pajak. Mana mungkin bisa bersaing bila tidak menurunkan pajak. Paling gampang menurunkan PPh 21 perorangan, meningkatkan pendapatan tidak kena pajak. Dari analisis kami penurunan pajak untuk perorangan akan meningkatkan konsumsi.

Kelima, intensifikasi pajak melalui digitalisasi. Karena, kalau kita lihat infrastruktur IT itu belum dioptimalisasi di perpajakan. Baru 31% potensi seluruh pribadi dan badan usaha yang terpantau.

Apakah lima jurus itu akan mampu menaikkan tax ratio jadi 16%?

Tax ratio untuk lima tahun itu bisa kami naikkan sekitar 5%, berarti 1,2% per tahun. PDB (Produk Domestik Bruto) juga kami harapkan meningkat. PDB yang meningkat itu otomatis akan menggerakkan ekonomi dan memperbesar basis pajak.

Bagaimana caranya menaikkan rasio pajak jadi 16% tapi masih memberikan tax holiday?

Menurut saya nanti tax hioliday itu adalah untuk investasi baru, yang membuka lapangan kerja dan meningkatkan potensi ekspor kita. Tax holiday dan tax amnesty yang kemarin dijalankan menurut saya gagal meningkatkan tax ratio. Tax amnesty mestinya diikuti dengan reformasi pajak.

Bagaimana dengan pajak untuk e-commerce?

Kepentingan nasional tetap harus diutamakan. Saya sepakat pengenaan pajak kepada e-commerce yang tidak menciptakan lapangan kerja, tidak menciptakan investasi dan memudahkan barang-barang impor masuk. 

Untuk e-commerce yang mendahulukan kepentingan Indonesia, mendahulukan lapangan kerja, mendahulukan kekuatan ekonomi kita dan ekspor, mensubstitusi impor, saya tidak setuju (pengenaan e-commerce).

Utang dan Infrastruktur

Anda mengatakan akan membangun negara dan membiayai infrastruktur tanpa utang. Apakah berarti pemerintahan Anda tidak akan berutang?

Maksud pernyataan saya itu, kami akan mengutamakan pembangunan infrastruktur tanpa membebani utang atau menambah utang negara dan dilakukan dengan pola public-private partnership atau kemitraan pemerintah dan badan usaha. Hal ini sudah banyak dilakukan. Melalui pola konsesi atau pola availability of payment.

Jadi saya melihat kalau proyek-proyek infrastruktur yang memiliki nilai ekonomis tinggi, maka sudah tidak perlu lagi dilakukan oleh pemerintah. Bisa disampaikan kepada swasta, tugasnya pemerintah mungkin untuk pembebasan lahan.

Pembangunan infrastruktur yang melibatkan swasta akan lebih mendorong percepatan ekonomi. Pemerintah itu hanya perlu sedikit menguasai kue ekonomi. Public private partnership ini juga akan meningkatkan efisiensi dari penggunaan anggaran negara, saya rasa hasilnya akan lebih baik.

Skema kemitraan tersebut telah dijalankan pemerintahan sekarang, namun tidak mudah. Bagaimana investor mau membiayai infrastruktur dasar seperti irigasi dan sanitasi yang tidak menguntungkan?

Kebetulan sudah disoroti pada laporan Bank Dunia yang viral banget, bahwa kelemahan kita di perencanaan dan eksekusi. Saya yakin dengan perencanaan yang baik dan sosialisasi yang baik, swasta itu ingin berinvestasi. Peran pemerintah adalah bagaimana mengatasi risiko pembebasan lahannya, bagaimana tarifnya. Menurut saya kalau perencanaannya matang, swasta mau investasi.

Utang pemerintah tahun 2018 sudah tembus Rp 4.000 triliun. Bagaimana menguranginya? Apakah akan memutihkan utang?

Menurut saya, kita harus mengirimkan pesan yang sangat jelas kepada financial market. Kami akan komit kepada utang-utang yang sudah dibebani kepada pemerintahan karena perlu continuity.  Tapi harus punya sebuah pengelolaan anggaran yang jauh disiplin.

Kita berutang karena pengeluaran lebih besar dari pemasukan. Misal pengeluaran dipangkas, pembiayaan infrastruktur bisa melibatkan swasta, perbankan lokal dan multilateral.

Dengan menekan pengeluaran dan tax ratio naik, akan ada penghasilan yang bertambah. Syukur-syukur bisa surplus. Di situlah kami pikirkan bagaimana secara sistematis jangka panjang untuk mengurangi utang. Ketergantungan kepada utang luar negeri itu harus pelan-pelan secara bertahap dikurangi.

Jadi tidak setuju pemutihan utang?

Pernyataan itu akan membuat financial market atau pasar keuangan menimbulkan ketidakpastian. Secara politis akan sangat seksi dan sentimental, tapi sekali lagi ini saya (bicara) di Katadata, bukan di tabloid politik. Kami akan komit terhadap pilar-pilar keuangan internasional, perjanjian masih harus kita patuhi. Tapi yang terpenting bahwa pengelolaan keuangan negara ini akan jauh lebih disiplin.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement