Nilai tukar rupiah diprediksi bisa semakin melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan nilai tukar rupiah bisa menyentuh level Rp 17.000 per dolar AS pada tahun ini.
BI telah menyiapkan tiga langkah intervensi untuk memulihkan nilai tukar rupiah yang terus melemah. Pada perdagangan Selasa (16/4), rupiah ditutup merosot 2,07% menjadi Rp 16.176 per dolar AS.
Sejumlah ekonom memperkirakan, konflik Israel - Iran akan berdampak terhadap kinerja ekonomi nasional pada tahun ini, terutama berisiko mendorong lonjakan inflasi hingga pelemahan nilai tukar rupiah.
Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG berpotensi melemah usai libur lebaran pada perdagangan Selasa (16/4). Sejumlah faktor akan mendorong pelemahan bursa saham hari ini.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan membuat cicilan utang pemerintah membengkak. Sebab, utang luar negeri pemerintah berdenominasi valuta asing (valas) seperti dolar.
Ketidakpastian ekonomi global telah mendorong investor untuk mengalihkan dananya ke aset safe haven seperti dolar AS dan emas, sehingga berdampak pada volatilitas nilai tukar rupiah.
Pelemahan rupiah terjadi karena faktor global seperti penguatan dolar AS akibat penurunan ekspetasi suku bunga Federal Fund Rate dan sentimen pelemahan mata uang yuan Cina.
Sejumlah ekonom mewaspadai dampak pelemahan rupiah terhadap dolar akan memincu kekhawatiran terhadap investor, penambahan biaya impor hingga mendorong lonjakan inflasi nasional.
Rupiah kembali menguat terhadap dolar karena data ekonomi Amerika Serikat yang lebih kuat dari perkiraan pasar. Namun rupiah masih tetap berpeluang melemah pada hari ini.
Kenaikan suku bunga bank sentral Jepang, Bank of Japan (BoJ) diperkirakan tidak akan berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Sebab, pergerakan nilai tukar masih dipengaruhi oleh dolar AS.
BI meneken nota kesepahaman penggunaan mata uang lokal dengan Bank Sentral India. Kerja sama ini diharapkan mengurangi penggunaan dolar Amerika Serikat dalam transaksi antarnegara.